Tuesday, July 20, 2021

HIKMAH: YANG PENTING DIBATIN SAJA DULU

Saya, Istri, dan Val

Dibatin Dalam Hati Saja Dulu

Dulu, dulu sekali saya tidak pernah tahu dan tidak pernah bisa menyangka bagaimana caranya agar bisa hidup di sebuah desa yang dekat dengan panorama lanskap indah ciptaan Tuhan. Yang bisa saya lakukan ya cuma berdoa dalam batin, Ya Allah semoga suatu saat nanti saya bisa hidup kembali di desa dengan segala kearifan lokalnya. Maklum saya orang desa, mungkin tidak sepenuhnya mampu beradaptasi di tengah hingar bingar perkotaan.

Kehidupan terus berjalan mengalir apa adanya, usia terproduktif dan masa muda saya terpakai untuk hidup di tengah pengapnya udara berpolusi (kalau tidak mau disebut beracun) yaitu Bekasi. Sebuah kota industri di timur Jakarta yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbaik nasional. Tapi saya tetap yakin bahwa suatu saat harus bisa hidup di desa betapa pun pekerjaan mapan sudah saya miliki kala di Bekasi dulu. Ya naluri bilangnya harus back to nature, back to village, intinya begitu.

Setiap saya pulang kampung baik dalam rangka menghabiskan jatah cuti atau pun sekedar ingin refresh kuliner cita rasa kampung halaman, saya tidak lupa menyempatkan ziarah ke pusara ayah ibu saya. Sebagai bentuk bakti kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik tentunya. Di samping itu juga sering saya sempatkan ziarah ke makam para waliyullah, semisal ke makam Mbah Sulaiman Wasil atau pun makam Yai Chamim Jazuli (Gus Miek) di Kediri.

Sekira awal tahun 2019 saat masih berstatus kerja di Bekasi suatu waktu saya menyempatkan pulang kampung lagi ke Kediri, saat itu saya mendapatkan sebuah nasehat saran dari orang yang saya anggap alim. Saya tidak akan menyebut nama beliau karena saya yakin beliau mungkin tidak pernah membaca tulisan ini. Beliau menyarankan ke saya agar berkunjung ziarah ke makam Mbah Sunan Ampel di Surabaya, untuk bertawasul dan bermunajat doa pada Allah SWT.

Perlu diketahui bahwa dalam akidah kami umat nahdiyin, bertawasul adalah bagian dari ikhtiar karena bagaimana pun kekasih Allah SWT (walliyullah) adalah insan yang lebih dekat dengan-Nya dibanding kami hamba yang hina dan dipenuhi dosa ini. Sehingga berdoa dan berharap barokah (tabarukan) di makam para auliya' adalah baik dan juga sebuah kebaikan. Insyaallah.

Doa saya kala itu adalah agar dalam waktu dekat saya harus bisa move to East Java, pindah ke Jawa Timur, ini adalah sebuah prioritas utama. Niatnya adalah mendekati keluarga khususnya istri dan calon buah hati yang sedang berada di dalam kandungan istri saya. Saya masih buta akan pekerjaan apa yang nantinya akan saya tekuni untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga baru kami. Beruntungnya istri sangat mendukung setiap langkah yang saya tempuh, benar apa kata orang sepuh bahwa doa istri itu makbul.

Batin tentu sangat bergejolak dilematis, melepas sebuah pekerjaan yang sudah mapan tentu bukan lah perkara mudah. Tapi jauh dari keluarga juga bukan lah perkara gampang. Keduanya berada dalam posisi sulit untuk dipilih dalam waktu bersamaan. Dari sini lah pentingnya perjalanan spiritual dalam manifestasinya berupa keyakinan. Saya beruntung punya banyak orang-orang baik yang selalu memberikan nasehat. Dipenuhi orang-orang baik tentunya adalah sebuah kenikmatan.

Menjelang akhir 2019 saya kembali menyempatkan berkunjung ke Surabaya, saya bermalam dan bermunajat kembali di Makam Mbah Sunan Ampel. Saya ulangi kembali doa-doa saya di kunjungan sebelumnya. Pada intinya memohon yang terbaik untuk saya pribadi dan keluarga. Specifically, saya berharap sesegera mungkin move to East Java. Mendapatkan secercah jalan dan kelangsungan hidup di Jawa Timur, itulah pintaku.

Akhir 2019 doa itu terjawab, doa itu diijabah oleh Allah SWT, saya benar-benar bisa pindah ke Jawa Timur mendekati istri dan tepat satu bulan sebelum anak saya lahir. Yang paling saya syukuri adalah proses kepindahan saya dari Bekasi menuju Malang tepat sebelum kasus Covid-19 mbledos di Indonesia dan mengakibatkan pembatasan gerak skala nasional. Andaikan akhir 2019 belum memutuskan diri untuk pindah, mungkin sampai hari ini masih terjebak problematika Covid-19 di Bekasi.

Kini, saya dan istri serta anak pertama kami yaitu Malika Val Elail dapat bersama-sama menjalani kehidupan layaknya keluarga pada umumnya. Hidup berkeluarga di pinggiran Kabupatan Malang dengan dikelilingi banyak deretan pegunungan beriklim relatif sejuk tentunya adalah sebuah kenikmatan tiada tara yang layak disyukuri. Alhamdulillah wa syukrulillah. Soal rezeki ekonomi bagaimana? Ya dicari, sejauh pedoman hidup yaitu asal obah yo mamah kita jalankan secara serius, jalan rezeki itu selalu ada.

Berawal dari mbatin. Ya hanya dibatin dalam doa. Jika kita punya hajat, jangan ragu untuk mbatin saja dulu, kemudian baru diiringi ikhtiar dan dilanjutkan dengan serius kontinyu bermunajat tentunya. Insyaallah ada jalan yang tak disangka-sangka. Begitulah kalau Gusti Allah sudah kun fayakun. Di hari Idul Adha ini saya juga ingin mbatin lagi, “Ya Allah, mugi taun ngajeng saget qurban, aamiin”.

Malang, Idul Adha 1442H
Bertepatan dengan pagi yang cerah bertanggalkan 20 Juli 2021
Robi Cahyadi

No comments:

Post a Comment