Thursday, March 11, 2021

BUDAYA: BAHASA JAKARTA JADI PENGUASA?

Akulturasi Bahasa Sangat Dipengaruhi Urbanisasi

Di awal tahun 90-an sebelum kriris moneter tahun 1999 datang, negeri ini sedang dalam pembangunan yang sangat masif, ekonomi menguat khususnya di sekitar wilayah Jabodetabek. Maka jangan heran jika sebut saja Bekasi misalnya yang di tahun segituan konon masih berupa rawa-rawa dan empang, kemudian bimsalabim dengan The Power of Kapital disulap oleh para investor menjadi kawasan industri terbesar di Indonesia. Tercatat Kawasan Industri MM2100 misalnya dibangun pertama di tahun 1990, kemudian Jababeka yang lebih dulu yaitu tahun 1989, dan juga kawasan industri lainnya seperti EJIP, Delta Silicon, dll.

Kondisi ini tentunya sangat baik bagi peluang serapan tenaga kerja di Indonesia. Kemudian dengan terbukanya lapangan kerja yang sangat luas menjadikan anak-anak muda dari daerah tertantang untuk berangkat menuju kota (terjadilah arus urbanisasi besar-besaran) dalam rangka mendapatkan pekerjaan yang "dianggap" lebih layak dibanding sekedar berkebun atau angon wedhus di desa. Maka jangan heran jika saya dapat memastikan jika anda saat ini berusia 30-an dan sedang kerja di Jabodetabek, sudah barang tentu senior-senior anda yang saat ini menduduki posisi top level di perusahaan pastilah generasi yang lulus SMA/SMK-nya di tahun 90-an, yang saat ini usianya kira-kira mendekati 50-an.

Jika anda sedang kerja di Jabodetabek, coba perhatikan saja siapa senior atau atasan anda yang saat ini duduk di top manajemen di pekerjaan, mereka mayoritas pasti orang-orang yang datang dari segala penjuru Nusantara. Ada yang dari Toba, Sibolga, Pekanbaru, ada pula yang dari Jember, Surabaya, Sragen, Kebumen, Banyumas, Bandung, Padang, dan kota-kota daerah lain sebagainya di penjuru nusantara. Semua tumplek blek di Jabodetabek, ada tukar budaya yang sangat keren di situ. Ini adalah situasi yang tentunya sangat jamak kita temui hari ini.

Setelah mereka generasi urbanisasi 90-an ini mapan dan sukses dalam perantauannya di Jabodetabek, kemudian siklus yang paling umum adalah mereka beranak-pinak dan sayangnya tidak cukup yakin dengan pendidikan di kota. Kemudian tidak sedikit anak-anaknya yang disekolahkan, dikuliahkan di daerah asalnya. Ada yang anaknya kuliah di Jogja, Malang, Semarang, Bandung, dan lain sebagainya yang mayoritas adalah di Pulau Jawa. Yang terjadi kemudian adalah situasi yang bernama akulturasi budaya. Sesuai dengan prediksi para pakar bahasa yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia khas Jabodetabek (betawi) akan menjadi pemenangnya.

Katakanlah meski terlahir dari orang tua yang ke duanya (bapak-ibu) Jawa tulen, tapi karena sudah terlahir dan cukup lama besar di Jabodetabek maka identitas kejawaannya ini menjadi tidak ketara. Meski anak-anak masyarakat urban ini mengaku kalau dia adalah orang Jawa, orang Batak, orang Padang (sesuai etnis asal orang tuanya), kebanyakan mereka ini sudah tidak bisa lagi menuturkan bahasa daerah asal orang tuanya, dikon ngomong jowo yo ra iso. Karena bahasa ibu yang digunakan oleh para anak-anaknya generasi urban 90-an ini tentunya adalah bahasa Indonesia (dialek melayu/betawi) ala Jabodetabek.

Di Malang pun nuansa itu sangat terasa, saat saya nongkrong di cafe-cafe dan bertemu dengan banyak mahasiswa, yang saya dengar obrolan mereka dalam tutur kata pembicarannya sangat elo-gue banget khas Jakartans. Btw usut diusut jumlah mahasiswa di Malang yang berasal dari Jabodetabek mungkin saat ini adalah mayoritas ke dua setelah mahasiswa yang berasal dari Jatim sendiri. Tapi uniknya mayoritas mahasiswa yang berasal dari Jabodetabek ini berorangtuakan orang tua yang berasal dari daerah-daerah yang sudah saya jelaskan di atas. Akulturasi budaya yang sangat unik bukan?

Ditambah pengaruh media sosial yang circle utamanya adalah netizen Jabodetabek tentu semakin mengukuhkan budaya Jakartans adalah penguasa lini kehidupan generasi millenial saat ini. Pokok kalau bahasa tutur katanya belum elo-gue dan belum bercampur-baur dengan bahasa semi Inggris ala Jaksel belum bisa dikatakan anak gaul, begitu kira-kira. Situasi itu memaksa content creator alias kalau saya menyebutnya sebagai karyawan (orang penghasil karya) kemudian mencipta banyak propaganda yang bertemakan lestarikan budaya (bahasa) daerah. Nguri-uri budoyo jarene. Wkwk!

Sebagai contoh saja banyak musisi muda kemudian mengenalkan lagu-lagu berbahasa Jawa misalnya, dan juga lagu-lagu pop berbahasa daerah lainnya, ada Pop Minang, Pop Batak, Pop Sunda dan lain-lain. Kemudian menguploadnya di YouTube dengan harapan terakses oleh generasi millenial sehingga budaya (bahasa) daerah mereka sendiri tidak terkikis oleh pengaruh kuat Jabodetabek circle. Tapi penulis pikir itu akan menjadi sia-sia, yang terjadi adalah karya-karya bertema pelestarian budaya itu akan menjadi sekedar dinikmati saja. Tapi soal kuat-kuatan pengaruh budaya (bahasa), Jakartans tetap akan menjadi pemenangnya.

Wallahu'alam bishhowab.

Malang, 11 Maret 2021
Ditemani hujan sepanjang hari dengan suasana yang sejuk

Tuesday, March 2, 2021

MANUFAKTUR: MENGENAL SIKLUS DMAIC




Apa itu DMAIC?

DMAIC adalah pendekatan penyelesaian masalah berbasis data yang membantu membuat perbaikan-perbaikan bertahap dan optimalisasi pada produk, desain, dan proses bisnis. Pendekatan ini dibuat di tahun 1980-an sebagai bagian dari metodologi Six Sigma oleh seorang insinyur Motorola, Bill Smith. Pendekatan Six Sigma dirancang untuk mendorong perbaikan berkelanjutan dalam proses manufakturing menggunakan data dan statistik.

Apa saja langkah-langkah yang berbeda dalam metode DMAIC?

DMAIC memiliki 5 langkah yang saling terkoneksi: Define (Definisikan), Measure (Ukur), Analyze (Analisis), Improve (Tingkatkan), dan Control (Kendali). Setiap fase dirancang untuk memiliki efek kumulatif: untuk membangun informasi dan data yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya dan akan diulangi dalam beberapa kali eksekusi.

Define: Fase Definisikan menetapkan apa masalahnya dan apa yang diperlukan untuk memperoleh solusi. Dalam bagian proses ini, Anda menetapkan dengan jelas masalah Anda, sasaran akhirnya, dan cakupan yang diperlukan untuk mencapainya. Fase ini membantu Anda memahami proses secara keseluruhan dan menentukan unsur-unsur apa saja yang sangat penting bagi kualitas (critical to quality), atau sering disebut sebagai "CTQ". Input dan output biasanya diuraikan dengan diagram SIPOC, yaitu singkatan dari supplier (pemasok), input (masukan), process (proses), output (keluaran), dan customer (pelanggan). Informasi ini biasanya ditarik dari dokumen piagam proyek (project charter), yang menetapkan bentuk proses DMAIC Anda.

Measure: Setelah Anda memahami masalah proses yang dihadapi, Anda harus menguraikan cara Anda akan memantau perubahan yang Anda buat pada proses itu. Tentu, dengan pendekatan berbasis data, memiliki data sangat penting bagi proses DMAIC. Oleh karena itu, tunuan dari fas Measure (Mengukur) ini adalah menetapkan performa proses Anda saat ini dan data apa yang akan Anda analisis. Dari situ, Anda dapat menggunakan rencana pengambilan data untuk memantau performa saat Anda membuat perubahan dan membandingkannya di akhir proyek.

Analyze: Sekarang Anda memiliki dasar patokan data yang dapat Anda gunakan untuk mulai mengambil keputusan tentang proses Anda. Seperti yang Anda harapkan, fase analisis adalah waktu yang tepat untuk melihat keseluruhan data itu. Di sini, Anda dan anggota tim akan membangun sebuah peta proses saat ini dengan memanfaatkan data Anda menemukan awal terjadinya masalah dalam proses. Meskipun beberapa proyek Six Sigma menggunakan alat bantu yang rumit untuk hal ini, diagram tulang ikan dan bagan Pareto sudah lebih dari cukup dan merupakan metode yang umum digunakan untuk menganalisis akar penyebab masalah. Setelah Anda mengetahui beberapa akar penyebab masalahnya, Anda dapat mulai melibatkan tim. Minta mereka untuk memilih arah fokus proses DMAIC Anda ke depannya.

Improve: Akhirnya, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mulai melakukan peningkatan yang nyata pada proses Anda. Dalam fase Improve, bekerja samalah dengan tim untuk menemukan solusi kreatif yang dapat dilaksanakan dan diukur di dalam proses DMAIC. Di titik ini, mencurahkan gagasan dan mengadakan rapat yang efektif sangat penting bagi tim Anda. Setelah Anda memikirkan solusinya, Anda harus melakukan percobaan, menguji, serta menerapkannya. Plan-Do-Check-Act atau siklus “PDCA” adalah metode umum untuk melakukan hal ini, bersama dengan Analisis Mode dan Efek Kegagalan (Failure Mode and Effects Analysis), atau “FMEA,” untuk mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi. Informasi ini harus disusun dalam sebuah rencana implementasi terperinci, yang selanjutnya dapat Anda gunakan untuk memandu penerapan solusi di dalam proses Anda.

Control: Langkah terakhir dalam metodologi DMAIC ini dapat membantu Anda memverifikasi dan mempertahankan kesuksesan solusi Anda untuk masa mendatang. Dalam fase Kontrol, tim Anda harus membuat rencana pemantauan dan kontrol agar terus menilai kembali dampak dari setiap perubahan proses yang diimplementasikan. Pada waktu yang sama, Anda harus membuat rencana tanggapan untuk ditindaklanjuti jika performa mulai turun kembali, dan sebuah masalah baru muncul. Kemampuan melihat ke belakang tentang bagaimana perbaikan ini dilaksanakan dan solusi yang dibuat, bisa jadi merupakan sebuah aset yang berharga. Di saat-saat seperti ini, memiliki dokumentasi yang baik dan kontrol versi pada proses perbaikan itu sangat penting.