Wednesday, May 12, 2021

WAWASAN: LEBARAN DI TANAH RANTAU?

Lebaran di tanah rantau adalah sebuah keniscayaan yang sulit disanggah sebagai seorang perantau. Karena saat kita memutuskan hengkang dari kampung halaman atau tanah kelahiran untuk kehidupan lebih baik pastinya akan ada dua opsi antara mudik atau tidak.

Ilustrasi Mudik, sumber: google.com

Dua kali lebaran beruntun terakhir ini kita semua dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan pemerintah cukup ketat melakukan pembatasan gerak rakyatnya. Mudik dilarang, atau lebih tepatnya dihimbau agar jangan dulu demi alasan kesehatan.

Tentunya ada hati yang tersayat saat biasanya selalu lekat dengan tradisi mudik, berbagi cinta dengan orang tua dan sanak saudara di kampung halaman. Kemudian menjadi harus tertuntut untuk adaptasi dengan menahan ghiroh bermudik ria.

Tak perlu saling menyalahkan atau bahkan suudzon dengan langkah pemerintah yang memutuskan pembatasan gerak mobilitas warganya. Semua dalam posisi sulit dikarenakan jika mengacu pada kaidah ilmu pengetahuan (science) terbukti bahwa salah satu pemicu cepat rambatnya penularan virus adalah tingginya gerak atau mobilitas manusia.

Di luar itu bagi yang frustasi pada keadaan memang ada banyak banding di kepala bahwa semua ini adalah propaganda bualan, jika mengacu pada sudut pandang agama sebagai dogma bahwa tradisi mudik dan bersilaturahmi adalah sebuah keharusan dan mestinya akan meningkatkan kekuatan sosial di segala bidang.

Memilih untuk tenang dan berekonsiliasi (berdamai pada perbedaan sudut pandang) memang tidak mudah. Butuh suatu sikap dewasa dan wise (bijak) yang membumi dan melangit. Seperti jargon yang sudah-sudah selalu saya katakan, dalam peperangan melawan ghiroh (gairah/nafsu) yang sabar adalah pemenangnya.

Semoga di suasana Idul Fitri 1442 H yang masih dihantui pandemi Covid-19 ini kita tetap menempatkan husnudzon (sangka baik) kepada siapapun, bukan sekadar kepada pemerintah atau manusia. Tapi juga seyogyanya menjadi kewajiban bahwa sangka baik harus dibiasakan, terlebih kepada Allah SWT.

Selamat Idul Fitri 1442 H, mohon maaf lahir dan batin. Tabik!
Taqoballahu minna waminkum wataqobal ya karim


Robi Cahyadi
Malang, Malam 1 Syawal 1442 H

Friday, May 7, 2021

KISAH: JANGAN NGGUMUNAN (NORAK)

Saya ingin berbagi cerita sedikit saja tentang sebuah kejadian, yang mana dari kejadian ini kita bisa mengambil sebuah hikmah pembelajaran yang tentunya baik. Ini sebuah kisah nyata yang terjadi kalau saya tidak salah ingat kira-kira awal tahun lalu.

Waktu itu saya sedang duduk di ruang tunggu bandara Abdul Rachman Saleh, Malang untuk keperluan pergi ke Jakarta. Saya memilih duduk di bangku deretan nomor dua dengan harapan tidak terlalu dekat dengan televisi yang ada di ruang tunggu tersebut.

Kemudian ada bapak-bapak dengan pakaian sangat profesional, berjas safari, berkemeja rapi dan bersepatu pantofel kinclong berkiwi datang duduk tepat di bangku depan saya. Saya menduga bapak ini mungkin pejabat pemerintahan, atau bisa jadi pengusaha. Yang pasti bukan buruh pas-pasan seperti saya.

Kemudian tak lama berselang datanglah sepasang kekasih duduk di bangku berlawanan arah dengan bangku saya dan bapak yang ada di depan saya, si pria tersebut bertampang bule (saya menduga sih awalnya bule Australia tapi diketahui kemudian dia bule London).

Kemudian untuk si ceweknya ini tidak terlihat dengan jelas raut mukanya karena berkerudung cadar. Tertutup rapat. Saya tidak bisa menduga apakah dia bule juga atau warga lokal. Pasangan ini saling berpegangan tangan mesra, mungkin selesai berbulan madu di Bromo, Lumajang batinku.

Melihat sepasang kekasih yang unik ini, saya juga sempat memperhatikan cukup lama. Karena bagaimana pun jiwa saya yang produk lokalan ini sama saja dengan kebanyakan orang Indonesia, suka terperangah dengan sosok asing/bule. Pun juga dengan bapak berjas profesional di depan saya. Bahkan beliau tak kuasa menahan gairah gatel jemarinya.

Beliau mengeluarkan posel dari celana safarinya, lalu terlihat dengan jelas sekali beliau memotret pasangan kekasih pria bule dan wanita bercadar itu. Saya yang berada di belakang bapak itu tentu menyadari dengan sehat jiwa raga bahwa beliau ini benar-benar secara sengaja mengambil potret pasangan itu. Ini lah masalahnya.

                                              

Pria bule itu tak disangka menyadari bahwa dirinya dan kekasihnya sedang dijepret oleh orang dari depannya. Pria bule ini langsung berdiri dan nyamperi bapak berjas profesional ini. Saya masih ingat dia katakan, “Why you shoot me, please remove my picture from your phone!” Tentu dengan nada yang cukup tegas setengah geram.

Bapak berjas profesional ini masih ngeles, dia membela diri dengan mengatakan, “I don’t take your picture! I just take a plane on the track!” Kericuhan kecil terjadi. Pria bule itu tetap tidak terima karena dia sadar betul dirinya dijepret orang tak dikenalnya.

Security bandara (Avsec) pun datang menghampiri kericuhah di depan saya ini. Sebuah pertunjukan yang bagi saya merupakan infotainment gratis. Menarik! Yang jadi semakin lucu ternyata ndilalah security bandaranya ini kok ya ndak bisa bahasa Inggris. Gak bisa nengahi. Cuma kenapa, kenapa dan kenapa diulang berkali-kali.

Pria bule ini tetap ngotot, minta bapak berjas profesional itu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dan bapak ini tetap ngotot juga gak mau ngaku pokok. Intinya dia denial (menyanggah) tuduhan itu. Saya sebagai orang yang berada tepat di belakangnya, akhirnya unjuk gigi. Nyoba nengahi.

Saya berdiri dan katakan ke security bandara begini, “jadi bapak ini (pria bule) merasa dirinya dipotret oleh bapak ini (bapak berjas profesional), itulah kenapa ada cekcok di sini”. Begitu singkatnya penjelasan saya.

Gak lama kemudian datang security bandara perempuan, dia kebetulan bisa berbahasa Inggris. Dia saya jelaskan lagi duduk permasalahannya, kemudian menjadi penengah yang baik. Dia katakan ke pria bule itu, “please be patient, we will clear this problem”. Kemudian mbak aviation security ini berkata dengan sopan ke bapak berjas profesional.

Sebaiknya bapak menunjukkan isi galery foto di ponsel bapak, agar terbukti memang bapak tidak berniat memotret bapak ini (sambil menunjuk pria bule). Dengan wajah yang sedikit manyun akhirnya bapak berjas profesional ini bersedia mengeluarkan ponsel dari kantongnya.

Dan tarrrraaaam, betul ada foto sepasang kekasih ini dengan latar belakang pesawat yang terlihat dari kaca ruang tunggu bandara sedang parkir. Bapak ini masih mengulangi kalimat pembelaan, “Mister, I don’t take your picture but I just take a plane”. Hehe! Lucu ya.

Kemudian pria bule meminta mbak avsec untuk menghapus foto itu dari galery ponsel bapak berjas profesional. Disaksikan bersama akhirnya dihapuslah foto itu. Kemudian mbak avsec ini minta ke dua belah pihak untuk saling memaafkan. “Please, you and you take a peace. I am sorry for this case”. Pria bule dan bapak ini saling salaman. Lalu duduk di bangkunya masing-masing.

Pesan dan hikmah apa yang bisa diambil dari kejadian ini? Silakan direnungkan saja. Kalau saya cuma mau bilang begini, “jadi orang jangan norak deh, jangan nggumunan (gampang kagum) sama hal asing”. Sudah gitu saja. Sekian cerita ini semoga bermanfaat untuk mengurangi wasting time anda!

RC28
Malang, 2021/05/07
Ramadhan Kareem