Monday, December 20, 2021

OPINI: OBSTACLE Y-GENERATION

Jika orang yang lahir di rentang tahun 1946-1964 disebut sebagai generasi baby boomer, maka untuk yang lahir pada rentang 1965-1980 disebut sebagai generasi X. Kemudian siapa generasi Y? Tentunya mereka yang lahir di rentang tahun 1981-1995, ini yang sering disebut sebagai generasi millennial. Adik-adiknya yang lahir setelah 1996 disebut sebagai generasi Z yang saat ini jumlahnya sedang mendominasi ruang pendidikan.

Ilustrasi: Generasi Z
Source: google

Obstacle yang sering ditemui oleh generasi millennial dalam dunia kerja adalah mencari titik temu antara dirinya dengan generasi sebelumnya yaitu generasi baby boomer dan mungkin sebagian generasi X. Generasi Y atau millennial sudah lebih mengenal digitalisasi atau komputerisasi saat di ruang pendidikan sementara kakak-kakaknya tersebut mungkin tidak semuanya berwawasan digital atau komputerisasi.

Ini menjadikan tantangan tersendiri bagi generasi millennial dalam mentransformasikan era lama industri 3.0 (teknologi otomasi berbasis komputer) menuju era baru industri 4.0 (segalanya berbasis digital dan internet/cloud computing) karena bagaimana pun pasti masih banyak karyawan yang saat ini bekerja dan kebetulan usianya sudah mendekati 50-an atau dalam kata lain mereka generasi X tadi.

Jika mereka para generasi X atau sebagian generasi baby boomer (barangkali masih ada yang bekerja ya, tapi seharusnya baby boomer sudah pensiun sih) bersedia mengikuti perkembangan teknologi digital tentu hal ini bagus, tapi problemnya cukup banyak yang justru denial pada transformasi ini. Sebagai contoh sederhana begini, dulu perizinan cuti karyawan melalui form kertas secara manual dan kemudian diubah melalui online berbasis web dan mobile. Untuk sekedar sosialisasi dan sampai bisa terimplementasi saja butuh effort yang tidak biasa.

Dari realita ini tentu ada skill lain yang harus juga dikuasi oleh generasi millennial selain wawasan dan kemampuan teknis pada ruang digitalisasi, apakah itu? Tentu komunikasi yang baik. Untuk menuju era industri 4.0 butuh pendekatan komunikasi persuasif kepada generasi X. Karena sebaik dan secanggih apapun sistem itu diciptakan, jika cara menjelaskannya rumit apalagi agresif dan kemudian justru sulit diterima generasi X sehingga ending-nya tidak terimplementasi dengan baik, saya kira buat apa?

Mungkin ada contoh-contoh lainnya? Boleh di-sharing-kan

Saturday, December 18, 2021

OPINI: ADA TANGIS DI DESEMBER 2021

Desember ini kita dikejutkan dengan dua berita yang sama-sama mengundang sedih derai air mata, berita duka pertama tentu soal bagaimana hari ini gunung Semeru terjadi erupsi lumayan dahsyat dengan mengeluarkan semburan abu vulkanik dan lahar dingin yang membuat mencekam makhluk hidup di sekitaran Pronojiwo, Lumajang. Kita semua layak berduka atas musibah ini.

Ilustrasi: source from google


Berita kedua tentu adalah kabar duka yang datang dari dunia perempuan, di mana hari ini ada seorang mahasiswi tingkat akhir yang bernama Novia Widyasari asal Mojokerto ditemukan meninggal di pusara ayahnya. Sebab meninggalnya adalah bunuh diri menenggak cairan beracun yang konon diduga dikarenakan depresi berat akibat perkosaan yang ia alami.

Dari sejumlah thread yang beredar di digital media, terpantau banyak sekali publik figur dan pengguna media sosial yang berempati atas kejadian yang menimpa Novia Widyasari, mahasiswi Universitas Brawijaya jurusan pendidikan bahasa Inggris berusia 23 tahun yang malang ini. Saya pribadi membaca sepatah demi patah cerita yang dinarasikan begitu menyayat hati.

Bagaimana tidak menyayat hati, seorang gadis baik yang memiliki impian luhur menjadi seorang guru karena ingin mengabdi pada pendidikan kemudian justru teruji dengan ujian seberat ini? Dari cerita yang beredar, beberapa bulan yang lalu ayahnya meninggalkannya. Di tengah krisis mental karena kepergian ayahnya, justru dia disetubuhi secara paksa dengan ditenggaki pil tidur terlebih dahulu oleh pacarnya sendiri yang oknum polisi.

Kemudian di saat Novia Widyasari ini menyadari bahwa dirinya telah hamil akibat kelakuan setan jahanam yang menjelma pada diri pacarnya tersebut, justru keluarganya sendiri banyak yang tidak mendukung saat Novia berharap mendapatkan keteduhan. Sebaliknya banyak yang mencemooh karena dianggap mencoreng nama baik keluarga, padahal jelas sekali dalam narasi yang ada Novia ini adalah korban.

Saya hanya ingin mewartakan kepada semua pembaca bahwa tidak lagi bisa kita ini sebagai makhluk hidup yang konon berbudi pekerti luhur, dengan tega menempatkan korban pelecehan seksual bahkan pemerkosaan berada dalam posisi yang layak dikucilkan. Paradigma mayoritas keluarga di Indonesia yang masih takut akan rusaknya reputasi harkat martabat akibat adanya salah satu anggota keluarganya yang terkena aib harus segera dikikis habis. Tidak bisa keterusan menormalisasi hal hina semacam ini.

Novia Widyasari layak dibela mati-matian oleh segenap perempuan waras di mana pun berada. Jika ada perempuan yang masih mencap dan menyalahkan posisi Novia akibat tidak bisa menjaga diri atau apalah itu sumpah serapah sok syar'i dan taat beragama misalnya, saya mendoakan agar perempuan yang demikian ini benar-benar empati dan terbuka hatinya. Demikian halnya dengan pria yang berpikir bahwa dirinya adalah sosok superior atas keberadaan perempuan, saya doakan semoga engkau sadar bahwa engkau terlahir dari rahim ibumu yang juga perempuan!

Terakhir, semoga kasus-kasus menyayat hati demikian ini tidak lagi terjadi. Cukup menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kriminalitas dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, bahkan oleh dan dari orang terdekatmu sendiri. Semoga almarhumah Novia Widyasari ditempatkan di surga-Nya Allah SWT dan pelaku kejahatan atasnya diberi ganjaran yang setimpal baik di dunia atau kelak di akhirat, aamiin.