Tuesday, October 31, 2017

Fenomena Kids Jaman Now

Baru-baru ini kita masyarakat internet dihebohkan dengan viralnya sebuah video kenthu kriuk (istilah saya untuk mempertegas adegan porno) salah seorang alumni universitas ternama di Indonesia, sebut saja Universitas Indonesia toh memang begitu kenyataan namanya. Oh iya btw kampus tersebut adalah kampusnya Bu menteri keuangan kita, Bu Sri Mulyani pas dulu ambil sarjana loh, keren kan? Biar pada tahu aja sih. Ya, video kenthu kriuk tersebut ditengarai milik wanita muda putih mulus yang konon bernama Hanna Anisa. Anak fakultas hukum ironisnya yang notabene idealnya paham aturan dasar permoralan. Ciyeileh ora njamin padahal, buzzzzz.

Sebagai bagian atau lebih tepatnya masih merasa menjadi bagian dari Kids Jaman Now, tentu saya ndak pengen melewatkan untuk kepo mencari tahu seperti apa wujud video asik tersebut. Eng ing eng, kuthuk marani sunduk salah satu teman saya di sebuah grup WhatsApp malah mengirim video tersebut yang versi durasi lima menit kurang sedetik itu. Jeger, download otomatis dan saya amati tentunya, perlahan tapi pasti seru juga tuh si Hanna Anisa dan pacarnya memperagakan gaya mulai dari gaya misionaris hingga WOT (woman on top) yang konon menurut banyak orang dinilai sebagai gaya paling gurih renyah dan paling modernis dalam hubungan senggama.

Oke cukup prolognya, saya ndak akan membahas secara blak-blakan tentang detail video tersebut menit demi menit, saru dan bikin kepengen nyobain yang ada malahan. Buat apa toh saya yakin hampir semua dari kita masyarakat internet ini pasti sudah tahu detailnya. Yang ingin saya bahas di sini adalah bagaimana fenomena seperti ini bisa menjadi viral dan kenapa pelaku di video tersebut bisa-bisanya membuat video tersebut dan merekam lalu menyimpannya, mungkin awalnya sih koleksi ya. Dan yang paling mendasar adalah kenapa hal setabu dan sekonyol ini bisa terjadi di tengah masyarakat kita yang konon dinilai sangat menjunjung tinggi adat ketimuran yang penuh sopan santun itu? Apa jangan-jangan sebenarnya istilah adat ketimuran yang sopan dan santun itu hanyalah utopia kita semata? Mari kita telisik lebih dalam.

Era digital, apa yang anda butuhkan baik berupa informasi ataupun apapun wujudnya dewasa ini tentu bukan lagi hal yang sulit diakses dan dicari. Butuh informasi positif ada, negatif juga banyak dan mbleduk malahan, gampang pokoknya tinggal buka internet cling langsung nongol semua apapun yang kita butuh dan inginkan, termasuk konten bokep sekalipun. Ini yang selama ini tidak disadari oleh masyarakat kita, bahwa kemudahan dalam berbagai hal ini punya efek negatif mengerikan jika tak pandai memilih dan memilahnya. Siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini? Tentu semua elemen masyarakat, yang utamanya adalah para orang tua. Oh iya, saya tidak sedang berasumsi apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut murni semata-mata karena efek negatif era digital alias suka nonton bokep, tidak, saya tidak punya bukti kuat untuk berasumsi seperti itu.

Fenomena cacat moral seperti yang terjadi di dalam video kenthu kriuk tersebut tentu saja salah satunya akibat dari kebebasan pergaulan. Bebas bergaul di sini bukan saja diartikan sebagai bisa ke mana dan kepada saja memilih teman dan komunitas, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah klausul bebas mengakses apa saja di ranah internet. Saya menganggap apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut adalah ekspresi atas kebebasan bergaul yang saya jelaskan seperti di atas. Analoginya seperti ini, saat semua orang bisa belajar resep masakan dari YouTube dan mengaplikasikannya langsung ke dapur lalu bisa mengunggah hasil masakannya kembali media sosial (IG, YouTube, Facebook misalnya) tentu hal yang serupa bisa juga dilakukan oleh dek Hanna Anisa dan pacar, dalam ranah lain tentunya.

Perkembangan teknologi informasi sangat pesat, semua orang ndak pandang bulu mau yang paling jongkok pendidikannya ataupun yang sangat tinggi gelar akademiknya sekalipun punya kans yang sama dalam terkena efek positif-negatif era digital ini. Kalau lagi-lagi pemerintah harus disalahkan dan harus diminta untuk menjadi pionir utama dalam menyelesaikan masalah ini tentu kita semua tahu bahwa pemerintah melalui menteri Kominfo sudah melakukan tindakan pencegahan agar konten negatif dari bebasnya akses internet sudah dibatasi. Blokir konten bokep salah satu contoh riilnya. Tapi apa ini semua cukup? Tentu tidak. Butuh koordinasi semua lini agar tercipta kondisi ideal yaitu pemanfaat internet tahu mana yang baik dan yang buruk dan pada akhirnya ada harapan untuk memilih akses yang baik.

Saya rasa pendidikan karakter dan moral adalah yang paling penting di sini. Apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut tentu tidak akan terjadi di tengah keluarga yang para orang tuanya sangat cerdas dan cermat menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Meskipun ini bukan jaminan mutu utama dalam rangka mewujudkan salah satu agenda besar pemerintah saat ini yaitu revolusi mental dalam manifestasinya yaitu moral impian bangsa, tapi tentu kita semua sepakat keluarga khususnya para orang tua berperan sangat vital sebagai pembentuk karakter unggul anak-anaknya dan generasi selanjutnya. Disamping peran keluarga tentu lingkungan juga sangat mempengaruhi, teman di sekolah dan komunitas misalnya.

Saya tidak tahu latar belakang keluarga dek Hanna Anisa dan pacar, dan saya juga ndak perlu meragukan lagi apakah Universitas Indonesia sebagai tempat bersemayamnya agen perubahan itu tidak komitmen membentuk pendidikan karakter pada mahasiswa dan alumninya, tentu komitmen buuaaaanget pastinya. Yang jelas saya yakin kita sebagai bangsa yang religius tentu percaya kedekatan hati orang tua kepada Tuhan YME adalah kedekatan hati orang tua juga pada anaknya. Apakah selama ini para orang tua sudah cukup mendoakan anak-anaknya agar terhindar dari hal hina dan menghinakan tersebut? Dan apakah kita para Kids Jaman Now ini sudah cukup mampu mendengarkan dan taat pada nasehat orang tua kita? Entahlah. Usaha ke arah sana tentu ada selagi kita masih diberikan usia. Jangan pernah menyerah untuk menjadi baik, karena sedang berusaha menuju baik itu juga baik.

Semoga ndak ada lagi kasus video kenthu kriuk seperti itu, atau apes-apesnya kalau sampai ada lagi ya semoga durasinya lebih panjang dan pelakunya bukan kita atau pun orang-orang terdekat kita. Bukankah begitu mblo? Ladalah.

Ilustrasi Hanna Anisa dan Partnernya

Saturday, October 14, 2017

Surat Terbuka Untuk Mbak Yu

Surat terbuka untuk Mbak Yu ku, mbak Sri Andayani yang sangat aku dan tentu kami semua banggakan

Jadi begini Mbak Sri, kalau boleh saya berkata jujur, jujur saya katakan (meminjam istilah pak Ferry) Mbak Sri ini sebenarnya layak dijadikan role model bagi karyawati NSK level spesialis ke bawah, yang memimpikan kesejahteraan lebih tentunya. Kita semua yakin kesejahteraan tidak dapat diraih tanpa upaya dan kerja keras serta kontribusi-kontribusi yang nyata seperti yang selama ini Mbak Sri tunjukkan di organisasi baik di ranah internal NSK atau pun di level external, PP misalnya.

Aku yakin kita semua di lingkungan organisasi serikat pekerja NSK salut dengan apa yang njenengan selama ini perjuangkan. Tidak banyak dari kami yang bisa meluangkan banyak waktu untuk berjuang di luar sana bersama-sama kawan buruh lain untuk memperjuangkan kemerdekaan buruh yg sebenar-benarnya merdeka. Sampai sejauh ini aku sepakat Mbak Sri lah satu-satunya karyawati atau bahkan jika harus diperluas lingkupnya sampai ke karyawan NSK (gak cuma karyawati saja deh). Ya cuma Mbak Sri thok yang sekonsisten ini.

Akan tetapi ada masalah lain yang Mbak Sri tidak peka, atau dalam bahasa lain belum paham situasi yang sebenarnya. Situasinya begini lho, Mbak Sri ini memang terlihat sangat aktif mensosialisasikan perjuangan-perjuangan buruh dan mahfum akan isu global perburuhan. Yang jadi masalahnya mbak Sri kurang bisa menempatkan posisi kapan dan dimana saat dan letak yang tepat untuk menyampaikan aktivitas perjuangan Mbak Sri ke kawan-kawan NSK. Kita harus pahami bersama bahwa orang Indonesia kebanyakan tidak nyaman dengan leadingnya (melejitnya) orang lain.

Dari kondisi tersebut yang terjadi tentu adalah pandangan umum kawan-kawan NSK yang secara diam-diam (alias gak mau blak-blakan) yang sesungguhnya menyatakan perasaan bahwa Mbak Sri ini orangnya agak sedikit narsis (suka pamer perjuangan). Lha padahal kita semua sepakat perjuangan itu bukan untuk dipamerkan atau dijadikan alat untuk memposisikan diri agar terlihat lebih progresif revolusioner dibandingkan kawan-kawan yang lain. Seperti itu kira-kira yang sedang saya amati. Benar tidaknya ini sangat relatif.

Mungkin paragraf di atas persis barusan itu akan menyinggung perasaan Mbak Sri, tapi itulah realitanya. Benci sama aku ya silakan namanya juga surat terbuka, sudah menjadi resiko kalau misal bakalan dibenci. Toh aku tetap komitmen dan setia, mengapresiasi perjuangan Mbak Sri! Salut pokoknya. Jangan pernah lelah menjadi orang baik, itu pesan yang seringkali dikatakan berulang-ulang oleh para pejuang Kesejahteraan baik yang amatir ataupun yang kelas madya.

Terus solusinya apa? Untuk menghindari kegaduhan yg seperti ini? Saling serang sesama teman? Tolong kawan-kawan semuanya yang ada di sini kiranya bisa memperhatikan hal berikut, jangan kecilkan semangat orang-orang seperti mbak Sri (atau siapapun itu) yang sedang rajin dan bersemangat berjuang dalam mengawal isu perburuhan, dukung penuh orang-orang seperti ini, kalau perlu organisasi menganggarkan dana dukungan alias nyangoni. Sesekali andaikan pengen ngguyoni yo gak masalah sing wajar tapi, jangan keseringan ndak malah dadi baper.

Juga mbak Sri (atau siapapun lah) yang terlibat dalam perjuangan buruh juga disarankan supaya ndak perlu terlalu narsis agar diakui top markotop oleh kawan-kawan yang lain. Slow saja. Nothing to lose dalam berjuang, insyaallah malah dijempoli dobel sepuluh karo bolo, dan yang paling penting diganjar pahala karo Gusti Alloh. Sampaikan setiap isu perjuangan buruh yang ada tanpa harus tergopoh-gopoh apa yang disampaikan harus bisa dipahami orang lain seketika itu juga. Toh pada akhirnya yang waras akan mikir to? Sepurane yen okeh kelirune.

Robi C
(Tukang ngamati Grup WhatsApp)