Saturday, May 2, 2020

SEBUAH KISAH; RINDU BERJANJEN DI KAMPUNG HALAMAN

Saya dibesarkan di lingkungan keluarga muslim yang berafiliasi pada organisasi masyarakat islam Nahdlatul Ulama, semasa kecil tentu lekat sekali di hari-hariku terisi beragam tradisi keagamaan yang sangat rekat dengan kultur ke-NU-an. Salah satu yang paling melekat dan sampai hari ini sering terindukan adalah tradisi ritual pembacaan kisah lahirnya (maulid) Nabi Muhammad SAW dalam bentuk pembacaan kitab Maulid Al Barzanji. Bagiku pribadi itu merupakan sebuah sarana mengisi gairah yang sedang tinggi-tingginya di masa remaja dan tentu merupakan nilai positif yang seyogyanya dilanggengkan oleh generasi remaja saat ini agar tidak terjerumus pada lembah negatifnya pergaulan yang semakin bebas dan uncontrol.

Rentang sekolah dasar hingga menjelang awal SMA saya masih sering aktif mengikutinya, berkeliling giliran dari rumah ke rumah rutin setiap malam jumat. Yang menarik tentu adalah bagaimana kami semua remaja desa sangat bersemangat membawakan syair-syair mahalul qiyam dengan alunan berirama dangdut ataupun kadang-kadang india. Kami remaja desa kala itu sangat kreatif menyenandungkannya saling bergantian dan adu keren. Singkat cerita kami dan masyarakat pada umumnya lebih akrab menyebutnya dengan istilah Barzanji (Berjanjen). Melalui tulisan singkat ini saya ingin mengajak generasi muda setelah saya untuk mengenal lebih dekat apa dan bagaimana sejarah singkat Maulid Al Barzanji yang sangat melegenda di kalangan Nadhliyin itu. Semoga sepenggal kisah ini menginsiprasi dan memberikan gairah baru kepada generasi muda.

Tradisi Aqiqah dengan membaca Maulid Al-Barzanji

Kitab Maulid Al Barzanji 


Barzanji merupakan kitab yang berisikan tentang kisah perjalanan Rasullulah, pujian-pujian kepadanya, serta doa-doa. Bagi para nahldiyin barzanji bukan lagi hal yang asing, tidak hanya dibaca ketika perayaan hari lahir Nabi saja, tetapi juga dijadikan rutinan setiap malam Jumat oleh sebagian besar kalangan nahdliyin baik di desa ataupun perkotaan dewasa kini. Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama sebuah desa sang pengarang yang terletak di Barjanziyah yang saat ini berada di kawasan Akrad (Kurdistan), Irak saat ini.


Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah I’qdul Jawhar fi mawlid an Nabiyyil Azhar, yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan hingga wafatnya.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan junjungan Nabi SAW.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan, dan kesalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.

Garis keturuanannya dengan Nabi Muhammad memlalui jalur Sayyid Husain, Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.

Masa Kecil Sayyid Ja'far Sodiq Al-Barzanji

Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1711 M). Beliau menghafal Al Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (Quran dan Hadis) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu Nahwu, Sharaf, Mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, Hisab, Fiqih, Ushul Fiqh, Falsafah, ilmu Hikmah, ilmu Teknik, Lughah, ilmu Mustalah Hadis, Tafsir, Hadis, ilmu Hukum, Sirah Nabawi, ilmu Sejarah.

Semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid Nabawi dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan ulama besar.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di kota Sang Nabi.

Di sana beliau telah belajar dari ulama-ulama terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebagian ulama, antaranya: Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Karya Sayyid Ja'far Sodiq Al-Barzanji

Kitab ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) yang sebagian ulama menyebut dengan nama kitab I’qdul Jawhar fi mawlid an Nabiyyil Azhar. Yang bertujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, dan saat ini dikenal dengan Barzanji. Kitab ini kemudian banyak disyarah oleh ulama masyhur, di antaranya al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.

Di samping itu, kitab Maulid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).

Juga ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang Lathifah bagi “Maulid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”.

Kemudian, Sidi Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Maulid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”.

Sidi Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar”, dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.

Kembali pada Sidi Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak, dan takwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Diceritakan bahawa suatu ketika di musim kemarau, beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi SAW dahulu

Wafatnya Sayyid Ja'far Sodiq Al-Barzanji

Beliau wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah makam beliau dari kalangan anak-anak perempuan junjungan Nabi Muhammad SAW. Karangannya membawa umat ingat terhadap Nabi dan membuat umat islam sangat merindukan Nabi. Setiap kali karangannya dibaca, pasti shalawat dan salam dilantunkan buat Nabi. Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar, 4 Sya’ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau makamkan di pekuburan Baqi’ bersama dengan makan para anggita keluarga Rasulullah SAW.

Kitab maulid Barzanji sendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari yang mengarang kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al- Barzanji” dan Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”.

Demikianah sepenggal kisah sejarah tentang apa dan bagaimana Barzanji (Berjanjen) yang dalam tradisi kultur ke-NU-an sering dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan berkah dan syafaat dari Kenjeng Nabi Muhammad SAW selaku panutan muslimin dan muslimat. Semoga kita senantiasa istikomah mencintai dan merindukan hadirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan ini. Aamiin. Wallahu'alam bhissowab.

No comments:

Post a Comment