Tri Rismaharini dalam sebuah pidato |
Penunjukan oleh Presiden Joko Widodo kepada mantan Walikota Surabaya yang lahir di Kediri yaitu Tri Rismaharini alias Bu Risma untuk mengisi posisi Menteri Sosial Republik Indonesia, menggantikan Juliari Batubara yang tersandung kasus korupsi tentu menjadi pertanda angin segar bagi kebanyakan netizen milleniel yang pro pemerintahan. Bagaimana tidak, selama ini kita sebagai netizen millenial tahu betul Bu Risma tercitrakan sebagai sosok yang cas cus gesit trengginas membereskan problematika Surabaya. Opini publik mengatakan Surabaya hari ini lebih rapi dibanding DKI Jakarta (sumber: republika.co.id).
Modal dasar yang fenomenal itu tentu membuat netizen millenial secara umum sangat senang dan berharap Bu Risma mampu tangani problem sosial yang ada di Indonesia secara tuntas. Hari ini kabar berita di media sosial berseliweran tentang Bu Risma yang langsung tancap gas dengan blusukan di bantaran kali Ciliwung dan mengajak para gelandangan yang tidur di bawah jembatan-jembatan sepanjang kali Ciliwung untuk bersedia direlokasi ke rumah rehabilitasi di Bekasi. Sungguh gerakan yang membuat sebagian pihak merasa dag-dig-der khawatir.
Pihak mana sih yang khawatir ini? Tentu adalah pihak yang berada di barisan pendukung Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta. Mereka banyak yang nyinyir kok Mensos rasa Gubernur, maksudnya apa ini? Kira-kira begitu yang terpantau nampak di banyak kolom komentar di twitter hari ini. Seakan merasa kehadiran Bu Risma ini akan mengurangi pamor Pak Anies Baswedan yang terkenal dengan rangkaian kalimat indahnya dalam menyelesaikan berbagai problematika DKI Jakarta itu.
Saya yang merasa diri sebagai bagian dari masyarakat internet (netizen) millenial pun merasa geli dengan adanya respon dua kutub yang berbeda dalam menyikapi langkah cas-cus blusukan Bu Risma ini. Sebagian sisi mendukung dan salut, sebagian yang lain nyinyir dan resah. Sebagai orang yang berada di gerbong pendukung pemerintahan yang sah hari ini, saya mendukung penuh langkah sigap dan nyata Bu Risma dalam menyelesaikan problematika sosial Indonesia ini, tentu ndak ada salahnya jika Bu Risma mengawalinya dari DKI Jakarta dulu bukan?
Kenapa harus diawali dari DKI Jakarta dulu? Pertama, tentu DKI Jakarta adalah barometer ekonomi, budaya, kemajuan untuk daerah lain di bentangan luas Indonesia ini. Kedua, fakta membuktikan bahwa DKI Jakarta hari ini berada dalam peringkat teratas soal banyaknya jumlah gepeng (gelandangan dan pengemis) di deretan kota besar di Indonesia (sumber: kompas.com). Ketiga, tentu gerak cepat bu Risma ini juga bagian dari agenda politik PDI Perjuangan dalam rangka mengambil hati netizen millenial potensial DKI Jakarta agar tidak salah gerbong dan kemudian lebih banyak yang bersedia berada di deretan gerbong pemerintahan. Cadas!
Lalu sejauh apa kira-kira kiprah Mensos baru kita ini? Mari terus kita kawal dan nantikan episode cas-cus yang membuat deg-degan selanjutnya. Sebagai penulis dan pengamat politik amatiran, pesan dan harapan saya kepada bu Risma cukup sederhana. Jangan baper sama warga DKI Jakarta kalau kemudian nanti bakal bodo amatan ya bu, jangan samakan dengan warga Surabaya yang jika dibentak dan dimarah-marahin akan cenderung diam santun dan nurutin kata Ibu. Mungkin warga DKI Jakarta akan lebih cenderung cuek dan gak nggubris ibu, tapi tetap santuy dan on the track saja bu.
Terakhir, jangan kaget jika Ibu kesulitan nyari rujak cingur di DKI Jakarta karena bagi warga DKI adalah hal yang sangat aneh ketika hidung sapi dijadikan sebuah makanan. Juga jangan kaget kalau ternyata pecel ayam atau lele di DKI Jakarta itu sebenarnya adalah lalapan jika di Wiyung dekat rumah ibu di Surabaya sana. Terus juga jangan gupuh ya bu jika ternyata pas pagi-pagi nyidam lontong kupang tapi ibu ndak menemukannya di Jakarta dan adanya cuma ketoprak dan nasi uduk, cari alternatif makanan lain dan biasakan saja dengan makanan yang ada di sana. Semoga ibu sukses mengemban amanah menjadi Mensos. Semangat!
No comments:
Post a Comment