Thursday, December 21, 2017

Ngaji Ihya Ulumuddin Halaman 28

Review (catatan ulang) ngaji Ihya Ulumuddin di Pesantren Motivasi Burangkeng Setu Bekasi.
Diampu oleh: Gus Ulil Abshar Abdalla

Bismillahirrahmanirrahim...

Imam Al-Gazali --> Pada dasarnya dalam tubuh manusia dialiri syaitan
Dalam diri nabi bahkan diakui oleh nabi sendiri dialiri syaitan (ada hadistnya)
Dari sini menjadi dasar kenapa ada kecenderungan perilaku jahat dalam tingkah laku manusia
Menurut nabi Muhammad --> Kiat mempersempit potensi ruang gerak syaitan dalam tubuh kita dengan cara lapar (tidak makan banyak-banyak)
Imam Al-Gazali --> Lawanlah syaitan dalam diri manusia dengan mengurangi makan berlebih (melaparkan diri)
Perluasan makna dari melaparkan diri:
- Menahan diri untuk tidak mengkonsumsi apapun, lebih tahan terhadap godaan serba-serbi keinginan

Imam Al-Gazali --> Tidak penting apa itu bentuk syaitan, yang terpenting bagaimana manusia tidak membiarkan syaitan bergerak liar dalam tubuh manusia
Ibarat orang kemasukan ular dalam baju, berdiskusi tentang apa itu ular adalah sia-sia yang terpenting bagaimana cara mengusir ular itu
Imam Al-Gazali --> Sumber utama kenapa syaitan masuk dalam diri manusia adalah alkhowtir (percakapan batin/was-was/gerak-gerik hati)
Alkhowtir mendorong manusia untuk berbuat jahat dan baik dalam diri manusia, kecenderungannya adalah laku jahat jika tidak pandai mengendalikan
Ketika kita sudah memahami hal tersebut yang menjadikan manusia cenderung berbuat jahat maka manusia harus memeranginya dan melawannya, cara terbaik adalah lapar
Godaan paling besar orang saleh adalah takabur (saya merasa sudah ini itu - yang positif)
Nabi Muhammad --> Setiap orang punya walhan (syaitan tukang pemesona/penggoda dalam diri manusia)
Tabiat syaitan = Mak bedunduk nongol saat manusia lengah
Senjata syaitan masuk ke dalam diri kita adalah syahwat (keinginan berlebih). Bagaimana cara mengatasi senjata syaitan tersebut? Mendekati Allah dan tidak banyak bertanya hal-hal yang tidak penting - ex: siapakah syatian? Siapakah malaikat?

Point of review:
Jalan masuknya syaitan masuk ke dalam diri kita adalah syahwat (sesuatu yang diinginkan secara berlebihan masuk hati)
Jalan terbaik melawannya adalah dengan memecahkan syahwat tersebut

Sekian


Monday, December 18, 2017

Renungan Untuk Para Lajang

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai pasangan suami istri. Tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal, bukan saja di dunia tetapi sampai di akhirat kelak.

Ada banyak faktor yang menjadi unsur pendukung terciptanya keluarga dan rumah tangga yang langgeng dan bahagia. Salah satunya adalah perilaku istri sebagai pasangan hidup. Baik dan buruknya perilaku istri memberi andil pada bahagia dan tidaknya kehidupan sebuah keluarga.
Dalam hal ini barangkali sabda Rasulullah berikut bisa dijadikan acuan:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الزَّوْجُ الصَّالِحُ
Artinya, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah pasangan yang saleh,” (HR Imam Thabrani).

الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Artinya, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah,” (HR Imam Muslim).

Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari dalam karyanya Dhau'ul Mishbah fi Bayani Ahkamin Nikah menyebutkan enam perilaku buruk yang menjadikan seorang perempuan tak layak untuk dinikahi.

قال بعض العرب لا تنكحوا من النساء ستة لا أنانة ولا منانة ولا حنانة ولا تنكحوا حداقة ولا براقة ولا شداقة
Artinya, “Sebagian orang Arab mengatakan, jangan kau nikahi enam macam perempuan yakni annânah, mannânah, hannânah. Jangan pula kau nikahi perempuan yang haddâqah, barrâqah, dan syaddâqah.”

Penjelasan dari isi nasehat tersebut adalah sebagai berikut:

• Perempuan yang annânah adalah perempuan yang banyak mengeluh, mengadu, dan sering membalut kepalanya. Tak ada baiknya menikahi perempuan yang sakit-sakitan dan berpura-pura sakit.
• Perempuan yang mannânah adalah perempuan yang punya kebiasaan suka mengungkit-ungkit suaminya. Ia berkata, “Aku sudah melakukan ini dan itu untukmu!”
• Perempuan yang hannânah adalah perempuan yang merindukan suami yang lain atau merindukan seorang anak dari suami yang lain. Umpamanya ia membayangkan kalau saja suaminya seperti artis fulan atau kalau saja ia memiliki anak dari seorang laki-laki tampan yang ia idolakan. Perempuan dengan perilaku seperti ini mesti dijauhi.
• Perempuan yang haddâqah adalah perempuan yang suka melihat-lihat segala sesuatu lalu menginginkannya dan menuntut sang suami untuk membelinya.
• Perempuan yang barrâqah mengandung dua makna, pertama perempuan yang sepanjang hari selalu bersolek dan merias wajahnya agar terlihat berkilau dengan dibuat-buat. Makna kedua adalah perempuan yang suka marah karena makanan. Ia lebih suka makan sendirian dan menganggap bagiannya dalam segala hal cuma sedikit sehingga perlu untuk meminta tambahan.
• Perempuan syaddâqah adalah perempuan yang banyak bicara alias cerewet.

Perempuan dengan keenam sifat dan perilaku tersebut tidak layak untuk dipilih sebagai pasangan hidup dan kurang mendukung dalam terciptanya kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Lalu bagaimana bila seseorang telah terlanjur memiliki pasangan hidup yang memiliki salah satu atau beberapa perilaku tersebut? Dalam kondisi demikian bersabar adalah sikap terbaik yang mesti dilakukan. Karena bisa jadi pada sesuatu yang tidak disenangi Allah memberikan banyak kebaikan. Wallahu a’lam.

(Dinukil dari: Yazid Muttaqin kontributor NU Online)

Tuesday, December 5, 2017

Carut Marut E-KTP

Ceritanya gak sengaja kemarin lusa ketemu sama bang Kokim (sebut saja namanya begitu), dia kebetulan kerja sebagai pegawai kecamatan, terus dia cerita katanya blangko E-KTP sudah ada tapi dalam jumlah yang terbatas. Dia menyarankan saya untuk menanyakan ke kecamatan siapa tahu E-KTP saya sudah jadi. Ngomong-omong saya sudah rekam data sekitar setahun berlalu. Okelah saran saya terima dengan senang hati tentunya.

Eng ing eng, akhirnya dengan semangat warga negara yang baik saya menyempatkan diri mengunjungi kecamatan dengan membawa berkas yang diperlukan, berkas tersebut meliputi KK, surat keterangan pengganti E-KTP sementara alias disingkat suket, surat pernyataan telah rekam data dari disdukcapil, dll. Pas sampai kecamatan langsung ke loket pelayanan dan menanyakan perihal kebenaran kabar telah tersedianya blangko E-KTP tersebut. Seneng dong kalau misal ini kabar beneran, artinya saya bakal resmi diakui sebagai warga Bekasi. Bekasi coooooy gak maen-maen! Megapolitan! Planet terindah.

Apa yang terjadi selanjutnya? Petugas loket pelayanan menjelaskan iya benar blangko E-KTP memang sudah ada tapi dalam jumlah yang terbatas dan diprioritaskan untuk yang lebih dulu pengajuan serta rekam datanya. Dalam istilah kerennya pakai sistem FIFO (first in first out), ya gitu deh intinya penerbitan E-KTP mendahulukan warga negara yang lebih dulu sudah mengajukan dan rekam data. Dan tahu gak jumlah mereka berapa? Ribuan dul. Jangkrik njepat. Terus ini bagaimana nasib E-KTP saya?

Sudah barang tentu harus nunggu sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, solusi sederhana untuk mengelabuhi kebutuhan akan E-KTP (misalnya yang terdekat nanti untuk pajak kendaraan bermotor) bagaimana? Ya harus ridhlo dan ikhlas urus bikin suket baru lagi (pembaruan) karena memang masa berlaku suket cukup singkat hanya enam bulan saja. Pertanyaannya sampai kapan harus mondar-mandir ke kecamatan tiap enam bulan sekali seperti ini? Sampai petugas loket pelayanan jatuh cinta sama saya karena kulino pethuk (sering jumpa)? Please deh tetep gregetan juga najano petugase sih enom tur ginuk-ginuk manis eseme.

Saya gak tahu kebenaran berita yang selama ini beredar bahwa carut marut kasus E-KTP ini diakibatkan oleh dugaan korupsi kliennya pak Fredrich Yunadi pengacara kondang yang gandrung kemewahan itu. Masa bodoh buat saya itu ndak penting babar blas, yang saya sesalkan kenapa saya harus buang banyak waktu dan tenaga untuk antri urus suket secara tradisional seperti ini jika ternyata ada orang lain yang dengan modal selembar lima puluh ribuan bimsalabim nyuruh oknum lalu bisa dengan santai nunggu sambil udud dan ngopi tiba-tiba suket sudah jadi? Memang dasar mental kita dan orang-orang kita itu korup kok. Cuk njaran.

Please orasah do komentar yo ndak sirah soyo muntap tur umup!
#curhat

Tuesday, October 31, 2017

Fenomena Kids Jaman Now

Baru-baru ini kita masyarakat internet dihebohkan dengan viralnya sebuah video kenthu kriuk (istilah saya untuk mempertegas adegan porno) salah seorang alumni universitas ternama di Indonesia, sebut saja Universitas Indonesia toh memang begitu kenyataan namanya. Oh iya btw kampus tersebut adalah kampusnya Bu menteri keuangan kita, Bu Sri Mulyani pas dulu ambil sarjana loh, keren kan? Biar pada tahu aja sih. Ya, video kenthu kriuk tersebut ditengarai milik wanita muda putih mulus yang konon bernama Hanna Anisa. Anak fakultas hukum ironisnya yang notabene idealnya paham aturan dasar permoralan. Ciyeileh ora njamin padahal, buzzzzz.

Sebagai bagian atau lebih tepatnya masih merasa menjadi bagian dari Kids Jaman Now, tentu saya ndak pengen melewatkan untuk kepo mencari tahu seperti apa wujud video asik tersebut. Eng ing eng, kuthuk marani sunduk salah satu teman saya di sebuah grup WhatsApp malah mengirim video tersebut yang versi durasi lima menit kurang sedetik itu. Jeger, download otomatis dan saya amati tentunya, perlahan tapi pasti seru juga tuh si Hanna Anisa dan pacarnya memperagakan gaya mulai dari gaya misionaris hingga WOT (woman on top) yang konon menurut banyak orang dinilai sebagai gaya paling gurih renyah dan paling modernis dalam hubungan senggama.

Oke cukup prolognya, saya ndak akan membahas secara blak-blakan tentang detail video tersebut menit demi menit, saru dan bikin kepengen nyobain yang ada malahan. Buat apa toh saya yakin hampir semua dari kita masyarakat internet ini pasti sudah tahu detailnya. Yang ingin saya bahas di sini adalah bagaimana fenomena seperti ini bisa menjadi viral dan kenapa pelaku di video tersebut bisa-bisanya membuat video tersebut dan merekam lalu menyimpannya, mungkin awalnya sih koleksi ya. Dan yang paling mendasar adalah kenapa hal setabu dan sekonyol ini bisa terjadi di tengah masyarakat kita yang konon dinilai sangat menjunjung tinggi adat ketimuran yang penuh sopan santun itu? Apa jangan-jangan sebenarnya istilah adat ketimuran yang sopan dan santun itu hanyalah utopia kita semata? Mari kita telisik lebih dalam.

Era digital, apa yang anda butuhkan baik berupa informasi ataupun apapun wujudnya dewasa ini tentu bukan lagi hal yang sulit diakses dan dicari. Butuh informasi positif ada, negatif juga banyak dan mbleduk malahan, gampang pokoknya tinggal buka internet cling langsung nongol semua apapun yang kita butuh dan inginkan, termasuk konten bokep sekalipun. Ini yang selama ini tidak disadari oleh masyarakat kita, bahwa kemudahan dalam berbagai hal ini punya efek negatif mengerikan jika tak pandai memilih dan memilahnya. Siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini? Tentu semua elemen masyarakat, yang utamanya adalah para orang tua. Oh iya, saya tidak sedang berasumsi apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut murni semata-mata karena efek negatif era digital alias suka nonton bokep, tidak, saya tidak punya bukti kuat untuk berasumsi seperti itu.

Fenomena cacat moral seperti yang terjadi di dalam video kenthu kriuk tersebut tentu saja salah satunya akibat dari kebebasan pergaulan. Bebas bergaul di sini bukan saja diartikan sebagai bisa ke mana dan kepada saja memilih teman dan komunitas, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah klausul bebas mengakses apa saja di ranah internet. Saya menganggap apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut adalah ekspresi atas kebebasan bergaul yang saya jelaskan seperti di atas. Analoginya seperti ini, saat semua orang bisa belajar resep masakan dari YouTube dan mengaplikasikannya langsung ke dapur lalu bisa mengunggah hasil masakannya kembali media sosial (IG, YouTube, Facebook misalnya) tentu hal yang serupa bisa juga dilakukan oleh dek Hanna Anisa dan pacar, dalam ranah lain tentunya.

Perkembangan teknologi informasi sangat pesat, semua orang ndak pandang bulu mau yang paling jongkok pendidikannya ataupun yang sangat tinggi gelar akademiknya sekalipun punya kans yang sama dalam terkena efek positif-negatif era digital ini. Kalau lagi-lagi pemerintah harus disalahkan dan harus diminta untuk menjadi pionir utama dalam menyelesaikan masalah ini tentu kita semua tahu bahwa pemerintah melalui menteri Kominfo sudah melakukan tindakan pencegahan agar konten negatif dari bebasnya akses internet sudah dibatasi. Blokir konten bokep salah satu contoh riilnya. Tapi apa ini semua cukup? Tentu tidak. Butuh koordinasi semua lini agar tercipta kondisi ideal yaitu pemanfaat internet tahu mana yang baik dan yang buruk dan pada akhirnya ada harapan untuk memilih akses yang baik.

Saya rasa pendidikan karakter dan moral adalah yang paling penting di sini. Apa yang dilakukan dek Hanna Anisa dan pacarnya tersebut tentu tidak akan terjadi di tengah keluarga yang para orang tuanya sangat cerdas dan cermat menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Meskipun ini bukan jaminan mutu utama dalam rangka mewujudkan salah satu agenda besar pemerintah saat ini yaitu revolusi mental dalam manifestasinya yaitu moral impian bangsa, tapi tentu kita semua sepakat keluarga khususnya para orang tua berperan sangat vital sebagai pembentuk karakter unggul anak-anaknya dan generasi selanjutnya. Disamping peran keluarga tentu lingkungan juga sangat mempengaruhi, teman di sekolah dan komunitas misalnya.

Saya tidak tahu latar belakang keluarga dek Hanna Anisa dan pacar, dan saya juga ndak perlu meragukan lagi apakah Universitas Indonesia sebagai tempat bersemayamnya agen perubahan itu tidak komitmen membentuk pendidikan karakter pada mahasiswa dan alumninya, tentu komitmen buuaaaanget pastinya. Yang jelas saya yakin kita sebagai bangsa yang religius tentu percaya kedekatan hati orang tua kepada Tuhan YME adalah kedekatan hati orang tua juga pada anaknya. Apakah selama ini para orang tua sudah cukup mendoakan anak-anaknya agar terhindar dari hal hina dan menghinakan tersebut? Dan apakah kita para Kids Jaman Now ini sudah cukup mampu mendengarkan dan taat pada nasehat orang tua kita? Entahlah. Usaha ke arah sana tentu ada selagi kita masih diberikan usia. Jangan pernah menyerah untuk menjadi baik, karena sedang berusaha menuju baik itu juga baik.

Semoga ndak ada lagi kasus video kenthu kriuk seperti itu, atau apes-apesnya kalau sampai ada lagi ya semoga durasinya lebih panjang dan pelakunya bukan kita atau pun orang-orang terdekat kita. Bukankah begitu mblo? Ladalah.

Ilustrasi Hanna Anisa dan Partnernya

Saturday, October 14, 2017

Surat Terbuka Untuk Mbak Yu

Surat terbuka untuk Mbak Yu ku, mbak Sri Andayani yang sangat aku dan tentu kami semua banggakan

Jadi begini Mbak Sri, kalau boleh saya berkata jujur, jujur saya katakan (meminjam istilah pak Ferry) Mbak Sri ini sebenarnya layak dijadikan role model bagi karyawati NSK level spesialis ke bawah, yang memimpikan kesejahteraan lebih tentunya. Kita semua yakin kesejahteraan tidak dapat diraih tanpa upaya dan kerja keras serta kontribusi-kontribusi yang nyata seperti yang selama ini Mbak Sri tunjukkan di organisasi baik di ranah internal NSK atau pun di level external, PP misalnya.

Aku yakin kita semua di lingkungan organisasi serikat pekerja NSK salut dengan apa yang njenengan selama ini perjuangkan. Tidak banyak dari kami yang bisa meluangkan banyak waktu untuk berjuang di luar sana bersama-sama kawan buruh lain untuk memperjuangkan kemerdekaan buruh yg sebenar-benarnya merdeka. Sampai sejauh ini aku sepakat Mbak Sri lah satu-satunya karyawati atau bahkan jika harus diperluas lingkupnya sampai ke karyawan NSK (gak cuma karyawati saja deh). Ya cuma Mbak Sri thok yang sekonsisten ini.

Akan tetapi ada masalah lain yang Mbak Sri tidak peka, atau dalam bahasa lain belum paham situasi yang sebenarnya. Situasinya begini lho, Mbak Sri ini memang terlihat sangat aktif mensosialisasikan perjuangan-perjuangan buruh dan mahfum akan isu global perburuhan. Yang jadi masalahnya mbak Sri kurang bisa menempatkan posisi kapan dan dimana saat dan letak yang tepat untuk menyampaikan aktivitas perjuangan Mbak Sri ke kawan-kawan NSK. Kita harus pahami bersama bahwa orang Indonesia kebanyakan tidak nyaman dengan leadingnya (melejitnya) orang lain.

Dari kondisi tersebut yang terjadi tentu adalah pandangan umum kawan-kawan NSK yang secara diam-diam (alias gak mau blak-blakan) yang sesungguhnya menyatakan perasaan bahwa Mbak Sri ini orangnya agak sedikit narsis (suka pamer perjuangan). Lha padahal kita semua sepakat perjuangan itu bukan untuk dipamerkan atau dijadikan alat untuk memposisikan diri agar terlihat lebih progresif revolusioner dibandingkan kawan-kawan yang lain. Seperti itu kira-kira yang sedang saya amati. Benar tidaknya ini sangat relatif.

Mungkin paragraf di atas persis barusan itu akan menyinggung perasaan Mbak Sri, tapi itulah realitanya. Benci sama aku ya silakan namanya juga surat terbuka, sudah menjadi resiko kalau misal bakalan dibenci. Toh aku tetap komitmen dan setia, mengapresiasi perjuangan Mbak Sri! Salut pokoknya. Jangan pernah lelah menjadi orang baik, itu pesan yang seringkali dikatakan berulang-ulang oleh para pejuang Kesejahteraan baik yang amatir ataupun yang kelas madya.

Terus solusinya apa? Untuk menghindari kegaduhan yg seperti ini? Saling serang sesama teman? Tolong kawan-kawan semuanya yang ada di sini kiranya bisa memperhatikan hal berikut, jangan kecilkan semangat orang-orang seperti mbak Sri (atau siapapun itu) yang sedang rajin dan bersemangat berjuang dalam mengawal isu perburuhan, dukung penuh orang-orang seperti ini, kalau perlu organisasi menganggarkan dana dukungan alias nyangoni. Sesekali andaikan pengen ngguyoni yo gak masalah sing wajar tapi, jangan keseringan ndak malah dadi baper.

Juga mbak Sri (atau siapapun lah) yang terlibat dalam perjuangan buruh juga disarankan supaya ndak perlu terlalu narsis agar diakui top markotop oleh kawan-kawan yang lain. Slow saja. Nothing to lose dalam berjuang, insyaallah malah dijempoli dobel sepuluh karo bolo, dan yang paling penting diganjar pahala karo Gusti Alloh. Sampaikan setiap isu perjuangan buruh yang ada tanpa harus tergopoh-gopoh apa yang disampaikan harus bisa dipahami orang lain seketika itu juga. Toh pada akhirnya yang waras akan mikir to? Sepurane yen okeh kelirune.

Robi C
(Tukang ngamati Grup WhatsApp)


Friday, September 29, 2017

Sejarah Kalender Islam

Catatan Jumat 299 (sengaja, biar keren mirip gaya aksi yang bermuatan angka togel bernomor cantik). Kotbah hari ini di masjid Istiqlal Jakarta bercerita tentang asal mula ditentukannya kalender Islam yaitu kalender hijriyah. Mula-mula masyarakat Islam di jaman awal kekhalifahan Umar bin Khattab tidak mengenal kalender selain apa yang oleh bangsa Arab sudah terlebih dahulu dipakai yaitu kalender Qomariyah.

Singkat cerita, pada jaman kekhalifahan Umar bin Khattab, sebagai kepala pemerintah (setara presiden/perdana menteri sekarang) kala itu beliau mengirimkan sebuah surat kepada salah satu gubernurnya yaitu Abu Musa Al-Asyari. Di dalam surat tersebut tidak tercantum tanggal, hal ini membuat Abu Musa tentu kebingungan. Beliau membalas surat Umar bin Khattab tersebut dengan mukadimah (prakata) yang cukup membuat Umar tergelitik.

Dalam surat balasan tersebut, prakatanya kurang lebih seperti ini bunyinya. "Wahai Amirul Mukmin Sayyidina Umar, surat dari anda sudah saya terima. Akan tetapi saya bingung dikarenakan surat tersebut tidak memiliki tanggal. Apakah surat ini untuk tahun ini atau untuk tahun kemarin?". Surat balasan Abu Musa yg diterima Umar ini pun menjadi pengetuk hati sang Khalifah. Pada esok harinya Umar memerintahkan sahabat senior dan sahabat terbaik untuk membantu penyelesaian masalah ini.

Meeting kalender, begitu saya mengistilahkannya. Ya, Umar mengajak beberapa sahabat untuk membahas secara detail kasus ini. Islam harus memiliki kalender/penanggalan sendiri. Pertanyaannya dari kapan tanggal dan tahun ditentukan? Sahabat senior pertama mengusulkan peristiwa maulid (kelahiran) nabi Muhammad adalah start-nya. Sahabat senior kedua lain lagi usulannya, peristiwa penerimaan wahyu pertama Rasulullah adalah mulainya. Dan apa yg terjadi? Paragraf di bawah ini jawabannya.

Ya, sahabat senior ketiga akan tetapi yang paling muda diantara yang ada, yaitu sahabat Ali bin Abi Thalib lah yang mencetuskan dengan usulan bahwa start kalender Islam sebaiknya adalah hari di mana umat Islam kala itu hijrah dari Makkah ke Madinah. Alasannya tentu sudah jelas, peristiwa hijrah adalah tonggak awal perjuangan dakwah umat Islam yang sesungguhnya dimulai. Semua sahabat juga Khalifah Umar bin Khattab tentunya sepakat dengan hal ini. Itulah kenapa kalender Islam disebut dengan istilah kalender Hijriyah (dari kata hijrah alias moving).

Pertanyaannya kapan kalian move on? Dari masa lalu (mantan, kenangan buruk, juga setan bernama PKI). Eh.

*Semoga jika ada kesalahan, ada yang mengoreksi. Thanks.

Thursday, September 28, 2017

Ojo Keminggris Bro

Tirai tersibak

Beberapa hari/minggu ini netizen (masyarakat dunia internet; medsos) disuguhi sebuah dagelan asik dan lucu yang tentu sangat menghibur kita semuanya, bahkan kalau dalam istilah bahasa jawa yang sering saya pakai, "lucu pol tenan cenan". Ya, dagelan lucu itu kita namai dengan sebutan "keminggris".

Saking terlihat kerennya jika sudah bisa menggunakan bahasa Inggris di kehidupan sehari-hari, beberapa kelompok sebut saja si anu dan si una (keduanya sama-sama dari bani sumbu pendek), dalam rangka mengkampanyekan kemanusiaan dan juga mensosialisasikan kembali ke quran lantas dengan ceroboh menggunakan terminologi berbahasa Inggris yaitu: stop humanity dan juga turn back quran.

Maksudnya sih baik, dua terminologi berbahasa Inggris tersebut diartikan sebagai kembali ke nilai kemanusiaan dan juga kembali ke quran. Tapi ahli bahasa dan yang oleh orang umum benarkan adalah arti dua terminologi tersebut justru bersebrangan dengan niat baik bani sumbu pendek tersebut, alih-alih berarti kembali, justru sebaliknya arti kedua terminologi tersebut yaitu lawan kemanusiaan dan lawan quran. Sampai sejauh ini kita boleh gak sih bilang ke mereka tolol? Oh gak boleh, karena yang penting itu kan niat awalnya (cara ngelesnya begitu).

Alhasil, saya harus berkata bahwa saya meyakini dengan sepenuh hati kesalahan elementer (dasar) dalam penggunaan terminologi berbahasa Inggris tersebut adalah kehendak Tuhan YME untuk menyibak tirai kebodohan kelompok bani sumbu pendek ini. Jadi pesan moralnya pertama jangan sok-sokan keminggris dan kedua mari terus belajar jangan sampai lelah. Maaf kalau tulisan ini menyinggung kalian yang se-bani (satu keluarga, minimal sama pemikiran) dengan mereka.

Tambun Selatan
28/09/2017

-RC28-

Tuesday, June 13, 2017

Hikmah Ramadhan 2017

Mengutip ceramah Kyai Ahmad Muwafiq, Sleman, Jogja:

Salah satu sahabat Nabi yaitu Umar Ibnu​ Qattab adalah manusia paling berani dan tak kenal takut yang pernah ada di muka bumi ini. Perawakannya gagah besar bak singa padang pasir, semua orang di jazirah Arab kala itu segan dan takut kepadanya. Bahkan saking pemberaninya, sampai-sampai malaikat Munkar dan Nakir dibentak saat hendak menanyainya (menguji iman dan keyakinan) di alam kubur, berikut dialognya:

Wuswuswuswus...
*Malaikat Munkar dan Nakir datang*

Munkar dan Nakir: dengan rupa yg sangat mengerikan bertanya, "wahai amirul mukminin sahabat Umar, Man rabbuka??? Siapa Tuhanmu?"

Sahabat Umar: dengan lantang menjawab, "Allah!!! Apa? Mau nanya apa lagi??? Kau kira saya tidak beriman???"

Munkar dan Nakir: "cukup wahai Umar, cukup". Lalu ngibrit pergi sekencang-kencangnya...

Begitulah kira-kira sebuah riwayat tentang definisi keberanian seorang Umar Ibnu Qattab. Hikmah yang bisa kita ambil adalah bahwa adakalanya menjadi tegas dan berani itu sangat dibutuhkan, sangat diperlukan. Meski harusnya kita sering-sering bersikap lembut dan santun. Mengingat dari ke empat kulafaurrasyidin (sahabat terbaik setelah nabi) hanya Umar lah yang sangat garang, ketiga yg lain yaitu Abu Bakr, Usman, dan Ali sangat halus dan penuh kelembutan. Satu banding tiga menang tiga deh logikanya begitu.

Wallahu alam bishowab...

Catatan: foto model bukanlah ilustrasi sosok sahabat Umar, melainkan harapan menjadi seperti sosok sahabat Ali. 😍

Sunday, April 30, 2017

Renungan; Islam Jalan Tempuh Kaum Jawa

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa. Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri.
Semua santri kok mewlawan Belanda. 

Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam. Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.

Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar. Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees berat.

Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz . Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , konslet. Begitu ditutu , ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah . Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir , disana masih ruz, rice . Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya upa , disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitudibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.

Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal:
(1) Kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting)
(2) Mambu rokok (bau rokok)
(3) Tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).
Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah . Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi , sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.

Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia. Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.

Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.

Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap.

Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra . Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana , kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. 

Dibawahnya ada kasta Paria , yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.

Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo , semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo , ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya
santet . Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet.


Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet . 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah . Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar membid’ah -kan, diceritain ini. kalau ngeyel , didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.

Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.

Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.

Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:
“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”


Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.


Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik:
akhi, ukhti . Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada . Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.

Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi .

Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu . Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi . Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen. Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )

Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.

Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah . Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer . Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang , ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji
Bondowoso , kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.


Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.


Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang :
kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni , karena itu turunnya nyawa.
Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak
Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.


Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek , bandel.

Apalagi, setelah Sinom, tembangnya
Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.
Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang
Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.


Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang
Pangkur . Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati. Terakhir, tembangnya Pucung . Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong, sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut , maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).


Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya
alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”


Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok . Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!

Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.

Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang. Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi . Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.

Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir , tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga. Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat ‘imaadudin , lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor , berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.


Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya –
wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin . Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.
Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ. Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.


Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek , geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho , sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam. Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:
kanjeng Nabi Muhammad,
lahir ono ing Mekkah,
dinone senen,
rolas mulud tahun gajah .


Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa. Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.
Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam. Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. “Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya. Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam diuber-uber.

Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian: Gundul-gundul pacul, gembelengan. Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan. Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x. Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun .

Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan . Kalau kepala memangku amanah rakyat kok gembelengan , menjadikan wangkul ngglimpang , amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.

Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.

Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.

Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam. Nah , sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan , akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.

Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in .
Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?

Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.


Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami. Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat,
tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.


Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah. Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”. Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”. Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya
ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga . Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.


Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.

Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama . Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.

Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten . Kalimah sahadat jadi kalimosodo . Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim . Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.

Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI.

Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.

Tulisan ini adalah resume ceramah:
Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY)
Di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah
Pada 06 Agustus 2016.

Dialihtuliskan dan diedit oleh Ahmad Naufa Khoirul Faizun, pengelola blog
ahmadnaufa.wordpress.com
Sekaligus wakil sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Purworejo


Saturday, April 22, 2017

Opini: Unggulnya Pendidikan Ala Desa

Banyak orang-orang besar dan pemimpin negeri ini lahir dari kalangan anak orang-orang kampung dan desa. Ya, basicnya desa. Sebagai sampel sebut saja ke tujuh presiden yang pernah dan sedang memimpin Indonesia hari ini, dari Ir. Soekarno hingga Ir. Joko Widodo semua berasal dari kampung, didikan ala desa (silakan kroscek di biografinya). Meski pada akhirnya setelah dewasa hidup di kota karena tuntutan.

Itulah salah satu sebab mengapa banyak orang tua kaum urban perkotaan memilih untuk mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya dengan cara dititipkan di rumah asalnya di kampung (rumah nenek) atau mungkin dititipkan dan dididik di pondok-pondok pesantren yang ada di desa-desa. Sebut saja satu pondok pesantren besar di ujung Jawa Timur, Ponpes Gontor di Ponorogo misalnya yang tercatat sebagai pondoknya orang-orang top di negeri ini dan menjadi salah satu rujukan para orang tua kaum urban perkotaan mendidik dan menyekolahkan anaknya.

Dari desa terdapat banyak nilai kearifan lokal yang dapat diambil oleh setiap anak didik. Sopan santun masih melekat dengan kuatnya di tengah masyarakat meski tidak semuanya seperti itu minimal jika dibandingkan dengan gaya sopan santun di perkotaan tentu tetap berbeda. Di desa-desa yang ada di negeri ini masih mempertahankan adat dan budaya yang luhur, masih banyak para sesepuh dan orang tua yang dapat dijadikan rujukan atau contoh bagaimana berperilaku baik. Bahasa sederhananya, di desa banyak nilai keprihatinan hidup.

Lain halnya dengan pendidikan di perkotaan, mungkin memang maju secara lahiriah, tapi secara batiniah masih kalah dengan pendidikan ala desa. Maju secara sarana dan prasarana pendidikan tidak menjamin seorang anak didik menjadi unggul. Kuncinya sederhana, pendidikan dasar yang paling dibutuhkan seseorang untuk menjadi unggul adalah pendidikan kearifan mental dan karakter. Juga lingkungan beserta peran orang tua tentunya sangat mempengaruhi, dan semua itu banyak terdapat di desa-desa.

Wallahu'alam. Semua kembali ke pribadi masing-masing.

#MyOpinion

Sunday, April 16, 2017

Bakti Sosial NSK Untuk Longsor Ponorogo

Awal bulan April 2017 tepatnya tanggal 1 masyarakat Indonesia digegerkan dengan berita longsornya tebing di lereng gunung Wilis, tepatnya di desa Banaran, kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Dunia Maya dari mulai WhatsApp, Instagram hingga Facebook ramai membicarakan bencana longsor dahsyat yang tidak terduga tersebut meskipun sebenarnya sudah ada tanda atau pun prediksi dari BNPB 20 hari sebelum kejadian.

Informasi resmi yang di dapat dari akun Instagram @infoponorogo menyebutkan longsor terjadi pada pukul 07.30 WIB saat warga sedang beraktivitas seperti biasa. Padahal pada saat malam harinya banyak warga yang berada di area bahaya longsor tersebut sudah diungsikan. Karena dinilai aman lantas di pagi harinya warga banyak yang kembali ke rumah masing-masing untuk memulai aktivitas sehari-hari. Inilah salah satu sebab mengapa longsor di pagi cerah yang tak terduga tersebut menelan banyak korban jiwa. Ya, masyarakat tak menduganya.

50 rumah terkena longsor yang menyebabkan 28 jiwa tertimbun material longsor, dan juga tidak kurang dari 30 kepala keluarga yag terdiri dari sekitar 300 jiwa  warga Banaran, Pulung, Ponorogo akhirnya diungsikan ke lokasi yang lebih aman. Sebagian ditempatkan di rumah pak Lurah Banaran dan sebagian lainnya di balai desa Wagir Kidul. Ditambah longsor susulan di tanggal 9 April 2017 tentu semakin menambah jumlah warga yang dievakuasi ke lokasi yang lebih aman yang jumlahnya tidak kami ketahui.

Berangkat dari kondisi tersebut maka kami dari PT. NSK BMI yang berlokasi di Cikarang Barat, Bekasi memutuskan untuk mengambil tindakan gerakan sosial dalam rangka membantu saudara kami di Banaran, Pulung, Ponorogo. Kami mengambil tajuk atau judul gerakan sosial kami yaitu NSK #peduliponorogo. Diinisiasi oleh tiga unsur di dalam PT. NSK BMI yaitu kawan-kawan dari Paguyuban Arek Jawa Timur (Pagerboyo), Anak Rimba Raya Penggiat Alam NSK (Aryapala), dan juga PUK FSPMI NSK. Dibentuklah tim-tim kecil di tiap grup untuk melakukan penggalangan dana seikhlasnya di tanggal 10 hingga 13 April kepada seluruh karyawan. Hasilnya terkumpul tidak kurang dari Rp. 17 juta, luar biasa tentunya.

Pada akhirnya setelah uang terkumpul dan disatuin dari tiap grup yang ada maka segera diputuskan untuk menyusun tim yang akan berangkat ke Ponorogo, tentu beranggotakan dari tiap perwakilan tiga unsur yang ada tersebut. Berikut ini akan kami sampaikan rekam perjalanan menuju Banaran, Ponorogo, hingga proses penyerahan donasi sampai pulang kembali ke Bekasi.

Perjalanan Tim Relawan Longsor Ponorogo PT. NSK BMI diberangkatkan menggunakan kereta api Krakatau Express dari Bekasi melalui stasiun Pasar Senen pada tanggal 15 April 2017 pukul 13.00 WIB dengan anggota tim sebagai berikut:
1. Cak Irman Sujarwadi (PUK)
2. Bang Bambang Ibenk (Aryapala)
3. Cak Robi Cahyadi (Pagerboyo)
4. Cak Hari Syam (Pagerboyo/Driver)
5. Cak Yoga Widya (Porter Lokasi)

Tim NSK #peduliponorgo sampai di Madiun tanggal 16 April 2017 dini hari pukul 01.00 WIB lalu berlanjut istirahat di rumah Cak Yoga Widya di Kwadungan, Ngawi mengingat rumah terdekat dari kejadian longsor Ponorogo adalah rumahnya Cak Yoga. Kami istirahat melepaskan lelah perjalanan hingga pagi hari menjelang subuh. Setalah matahari mulai menerang kami meminta tolong kepada orang tua Cak Yoga untuk dicarikan mobil guna digunakan sebagai armada menempuh perjalanan dari Ngawi menuju Ponorogo.

Setelah mobil didapat, kami pun bersiap setelah sebelumnya kami dijamu sarapan nasi pecel khas ndeso yang sangat nikmat buatan tuan rumah. Perjalana  kami mulau menuju lokasi longsor Banaran, Pulung, Ponorogo didampingi oleh Mas Indras dari dinas Perhutani selaku teman Cak Yoga yang dimintakan tolong untuk menunjukkan jalan.
Berangkat hari minggu 16 April 2017, berikut ini distribusi waktu perjalanan tim NSK #peduliponorogo.

Start_

09.00 OTW Madiun mencari logistik

09.30 Belanja logistik di Carrefour Madiun

12.00 OTW ke Banaran, Pulung, Ponorogo

16.30 Sampai di TKP

17.00 Melihat lokasi longsor di dekat titik D

17.50 Jumpa pak Lurah Banaran (Pak Sarnu)

18.00 Penjelasan dan pemaparan kronologi

18.10 Penyampaian maksud dan tujuan kami

18.20 Ramah tamah ngopi dan hearing situasi

18.30 Sambutan dari pak Irman (NSK)

18.45 Penyerahan donasi kepada pak Lurah

19.00 Dokumentasi serah terima donasi

19.20 Istirahat di rumah/teras pak Lurah Sarnu

_17 April 2017_

05.00 Bangun pagi

07.00 Sarapan pagi

07.30 Melihat-lihat view sekitaran Desa Banaran

09.00 Pamitan dengan pak Lurah dan warga sekitar

09.30 Balik ke Ngawi

10.30 Muter melihat-lihat sekitar kota Ponorogo

12.30 Muter melihat-lihat sekitar kota Madiun

15.00 Kuliner sekitaran alun-alun Madiun

21.30 Tiba di Ngawi

Selesai_

Adapun kondisi terkini 16 April 2017 sore hari hasil hearing informasi dari Pak Lurah Sarnu selaku kepala desa Banaran adalah sebagai berikut:

•Korban jiwa 28 belum ketemu (tertimbun longsor dan keluarga korban sudah mengikhlaskannya)
•4 orang ketemu dalam kondisi wafat (sudah dikebumikan)
•Rumah hancur tertimbun longsor tidak kurang dari 50 rumah
•Korban terdampak longsor total tidak kurang dari 30KK
•Korban diungsikan tidak kurang dari 300 jiwa (evakuasi di penampungan sementara)
•Bantuan berupa logistik sangat melimpah
•Dari pemerintah pusat segera tanggap dan langsung meminta pak lurah untuk membuat pengajuan dana recovery pembangunan infrastruktur

Alhamdulillah, demikian hasil catatan singkat perjalanan tim #peduliponorogo NSK ke lokasi bencana longsor Banaran, Pulung, Ponorogo. Semoga ada hikmah bagi kita semua di setiap musibah seperti ini. Semoga ke depan tidak ada lagi bencana yang serupa, tentu ini tugas stakeholder didukung masyarakat terkait. Semoga warga korban longsor Banaran diberikan kesabaran, kekuatan, dan segera pulih seperti sebelum kejadian. Pun begitu juga semoga semangat kepedulian sosial seperti ini tetap berlanjut hingga kapan pun dan menular kepada kita semua yang lebih beruntung dari saudara kita di Banaran. Terima kasih bagi seluruh kawan-kawan yang turut berkontribusi atas terselenggaranya bakti sosial ini. Salam paseduluruan.

Ngawi, 17 April 2017
Tim Peduli Ponorogo NSK
Ditulis oleh: Robi Cahyadi

Wednesday, April 12, 2017

Notulen Meeting Pagerboyo

Notulen meeting dadakan Pagerboyo tentang strategi dan rumusan gerakan peduli longsor Ponorogo

Tempat: Beranda Joglo
Hari: Selasa, 11/04/2017
Jam: 19.00-21.30 WIB
Peserta: Seluruh Anggota Pagerboyo (sebagian pantau online via WhatsApp)

Hasil:
• Menyepakati akan melakukan bantuan sosial kepada korban longsor Ponorogo dengan nilai awal bantuan sebesar Rp. 20 juta.

• Adapun uang senilai Rp. 20 juta tersebut didapatkan dari hasil kolekan tiap grup (merah, hijau, biru, kuning, NS) dan dari Pagerboyo.

• Pagerboyo bertanggung jawab memenuhi kekurangan hasil kolekan tiap grup tersebut untuk mencapai nilai sebesar Rp. 20 juta yang sudah ditetapkan diawal.

• Kolekan tiap grup diharapkan sudah clear di hari Jumat tanggal 14/04/2017 dan dikumpulkan di satu PIC yaitu Cak Irman Sujarwadi.

• Keberangkatan ke Ponorogo direncanakan pada hari Minggu, tanggal 16/04/2017 menggunakan armada mobil pribadi (kepastiannya besok hari Rabu, 12/04/2017 oleh Cak Abdi Hasan).

• Link atau jaringan penunjuk saat di Ponorogo akan dimintakan tolong kepada karangtaruna atau teman dari Cak Manik Brofo dan Cak Yoga di Magetan/Ngawi (sudah koordinasi).

• Peserta ataupun perwakilan yang akan ikut terjun ke Ponorogo berasal dari tiga elemen yang ada: 2 orang dari PUK, 2 orang dari Pagerboyo, 2 orang dari Aryapala, untuk perizinan akan diupayakan dispensasi. Jika tidak memungkinkan besar harapannya untuk ikhlas menggunakan cuti tahunan.

• Yang belum tersampaikan di sini silakan ditanyakan kepada Cak Lurah, Cak Carik, dan Cak Bayan.

Demikian hasil meeting Pagerboyo malam ini semoga dimengerti oleh semua anggota. Ada kurang lebihnya mohon maaf sebesar-besarnya. Jangan pernah berhenti menjadi orang baik. Insyaallah barokah buat semuanya. Amin.

Beranda Joglo,
11/04/2017

Carik Pagerboyo

CC: Lurah, Bayan, Ketua RW Pagerboyo sebagai laporan

Saturday, March 25, 2017

Sebuah Puisi: Bye-Bye Cinta

Bukan semata ketampanan
Bukan semata Kecantikan

Yang menyilaukan mata
Yang mampu membuat hati bergetar

Walaupun rupa terkadang menjanjikan keelokan
Meskipun paras membuat denyut nadi mengencang

Namun, ternyata senyum dan keramahan
Yang mampu lebih menjadikan hati luluh dan meleleh

Bagai lilin yang terbakar tak berbentuk, namun ia tetap lilin
Dapat kau jadikan penerang asal ada pematik sumbunya

Sumbu apakah itu wahai anak Adam dan Hawa?
Akhlak ooo akhlak, kau lebih mebuat rindu yg mematikan

Kau lebih membuat sejuk pagi bertebaran
Kau lebih membuat semilir hening malam berpanjangan
Kau lebih membuat "peace in love without exception".

#PuisiMalam

Sebuah Renungan: Moderat vs Konservatif

Sore ini jagat media sosial dikejutkan dengan sebuah berita insiden tabrak lari angkutan kota terhadap pengemudi ojek online di dekat TangCity, Cikokol, Tangerang yang terekam kamera. Selang beberapa saat setelah kejadian tabrak lari tersebut segerombolan pengemudi ojek online memberikan perlawanan balik dengan menyerang angkutan kota yang ada di sekitar sana, bentrokan kecil pun terjadi.

Berawal dari kasus tersebut mari kita semua pengguna media sosial introspeksi diri.Terlepas apa pun motifnya tentu kejadian itu sungguh sangat disayangkan. Di era digital ini tentu pemahaman akan pentingnya teknologi digital sangat dibutuhkan oleh semua elemen masyarakat. Sepuluh tahun terakhir ini kemajuan di bidang teknologi digital sangat pesat, masyarakat harus segera tanggap dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada saat ini. Tidak bisa terus menerus diam dan pura-pura membuta dengan kemajuan teknologi digital ini.

Jika angkutan kota terbiasa dengan ngetem berlama-lama, macet juga di mana-mana, belum lagi tarif yang suka ngasal, bukankah wajar jika masyarakat pengguna jasa angkutan kota beralih ke ojek online yang kita tahu lebih efisien? Di sini lagi-lagi perkembangan teknologi digital tidak diimbangi dengan peningkatan wawasan dan pengetahuan pada masyarakat yang kurang melek teknologi. Efeknya seperti yang terjadi di atas, gesekan antar elemen masyarakat tidak bisa dihindarkan. Ini tentu menjadi tantangan yang tidak boleh dibiarkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam hal ini.

Pada akhirnya, waktu terus berjalan tanpa ada yang mampu membendung. Dunia sudah sangat berkembang pesat menuju era digital. Para orang tua hendaknya segera tanggap dan peka pada lingkungan yang sedang dan akan terus terjadi, yaitu era digital. Membekali generasi sekarang (anak-anak) dengan wawasan teknologi digital tentu adalah solusi, yang pasti dengan pengawasan yang ketat. Siapkah masyarakat kita semua dengan segala kekomplekan ini? Ini menjadi pertanyaan yang cukup menarik untuk ditunggu jawabannya.

Alhasil, semoga kejadian insiden tabrak lari seperti kasus di TangCity atau pun kasus yang motifnya ditengarai serupa tidak terjadi lagi di tengah-tengah masyarakat kita. Kita berharap banyak pada generasi muda untuk selalu aktif mensyiarkan kemajuan era digital dan juga yang tidak kalah penting tentu adalah para orang tua kita semua mengawalnya dengan memberikan pembekalan etika.

Tambun Selatan, 8-3-2017
~RC~