Menurut ilmu psikologi, kecerdasan manusia itu setidaknya dikelompokkan menjadi 8 jenis. Antara lain sebagai berikut ini:
1. Kecerdasan linguistik (berkenaan dengan bahasa)
2. Kecerdasan logical-mathematic (perhitungan angka-angka)
3. Kecerdasan visual-spatial (berkenaan dengan gambar-gambar)
4. Kecerdasan musical (berkenaan dengan musik)
5. Kecerdasan naturalis (berkenaan dengan alam sekitar)
6. Kecerdasan bodily-kinesthetic (berkenaan dengan olahraga)
7. Kecerdasan intrapersonal (memahami diri sendiri)
8. Kecerdasan interpersonal (memahami orang lain/lingkungan)
Kemudian dewasa ini ada suatu kondisi di mana ternyata cukup banyak orang berasumsi bahwa seseorang yang menguasai bahasa asing tertentu (Inggris misalnya), dianggap cerdas. Ini merupakan situasi pemahaman yang salah kaprah dan harus diluruskan. Kenapa begitu? Begini ceritanya.
Di dunia yang sedang dan akan terus menuju era globalisasi ini sangat mustahil kita hidup menghiraukan akan pentingnya bahasa asing, khususnya bahasa Inggris (misal). Faktanya bahasa Inggris sudah dijadikan mata pelajaran di dalam kurikulum pendidikan kita sedari awal belajar (bangku SD). Ini artinya sangat sulit kita denial (menyangkal) urgensi dari penguasaan bahasa Inggris.
Untuk lulus dari jenjang sekolah, pendidikan, masuk sekolah, atau universitas, bahkan masuk dunia kerja di era sekarang ini sangat jarang yang tidak mensyaratkan bahasa Inggris. Ini merupakan realita yang harus ditanggapi dengan legowo (terbuka hati) bahwa ternyata bahasa Inggris memang dominan di dunia ini (melebihi dominasi bahasa Asing lainnya, misa Arab, Mandarin, dan lain sebagainya).
Dari rentetan kondisi ini kemudian di tengah masyarakat khususnya akademisi dan praktisi muncul sebuah paradigma sesat, yang menganggap seseorang yang menguasai suatu bahasa asing tertentu (misalnya bahasa Inggris) bisa dikatakan merupakan seorang yang cerdas. Padahal jelas sekali kecerdasan itu luas, bahkan ada 8 kategori jenis kecerdasan.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa mungkin memang ada benarnya saat seseorang menguasai banyak bahasa (bahkan polyglot misalnya), itu merupakan indikator kecerdasan. Tapi yang harus digarisbawahi dan dicetak tebal serta dimiringkan (mode italic) mungkin adalah bahwa kecerdasan yang dimaksud adalah dalam hal linguistik. Bukan kecerdasan secara jamak.
Sehingga sangat tidak arif tentunya ketika menilai seseorang cerdas, mumpuni, atau tidak hanya dengan menggunakan parameter kecerdasan berbahasa semata. Naif. Padahal dalam diri setiap orang sangat dimungkinkan memiliki kecerdasan lain yang jauh lebih dibutuhkan dalam situasi yang disyaratkan atau dikehendaki.
Seharusnya kita semua berwawasan luas dengan berprinsip pada kaidah bahwa bahasa asing tertentu just a language (hanya sekadar bahasa), not a parameter for measuring your intelligence or skills. Meskipun begitu tentunya kita juga harus berdewasa diri bahwa tidak bisa dipungkiri penguasaan bahasa asing adalah sebuah keharusan di era ini, karena sudah tuntutan jaman.
Meminjam petuah dari ahli bahasa Indonesia yang sangat terkenal di dunia Twitteriyan, yaitu Ivan Lanin. Begini bunyinya: "Utamakan bahasa Indonesia. Peliharalah bahasa daerah. Kuasai bahasa asing". Jadi, buat generasi yang akan datang dan generasi yang kebetulan belum telat, silakan terus belajar berbahasa secara baik. Apapun bahasa yang kalian sukai dan perlukan.
By the way, jika boleh tahu, andaikan angka 6 mewakili paling sulit ditelaah dan angka 10 mewakili sangat mudah ditelaah. Berapa angka yang menurut kalian tepat disematkan untuk tulisan ini? Mohon kesediannya memberikan rating dan ulasan (jika perlu). Selamat berlibur, selamat Waisak bagi yang merayakan! Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga semua mahkluk berbahagia.
Robi C
Malang, 26 Mei 2021
No comments:
Post a Comment