Lebaran di tanah rantau adalah sebuah keniscayaan yang sulit disanggah sebagai seorang perantau. Karena saat kita memutuskan hengkang dari kampung halaman atau tanah kelahiran untuk kehidupan lebih baik pastinya akan ada dua opsi antara mudik atau tidak.
Ilustrasi Mudik, sumber: google.com |
Dua kali lebaran beruntun terakhir ini kita semua dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan pemerintah cukup ketat melakukan pembatasan gerak rakyatnya. Mudik dilarang, atau lebih tepatnya dihimbau agar jangan dulu demi alasan kesehatan.
Tentunya ada hati yang tersayat saat biasanya selalu lekat dengan tradisi mudik, berbagi cinta dengan orang tua dan sanak saudara di kampung halaman. Kemudian menjadi harus tertuntut untuk adaptasi dengan menahan ghiroh bermudik ria.
Tak perlu saling menyalahkan atau bahkan suudzon dengan langkah pemerintah yang memutuskan pembatasan gerak mobilitas warganya. Semua dalam posisi sulit dikarenakan jika mengacu pada kaidah ilmu pengetahuan (science) terbukti bahwa salah satu pemicu cepat rambatnya penularan virus adalah tingginya gerak atau mobilitas manusia.
Di luar itu bagi yang frustasi pada keadaan memang ada banyak banding di kepala bahwa semua ini adalah propaganda bualan, jika mengacu pada sudut pandang agama sebagai dogma bahwa tradisi mudik dan bersilaturahmi adalah sebuah keharusan dan mestinya akan meningkatkan kekuatan sosial di segala bidang.
Memilih untuk tenang dan berekonsiliasi (berdamai pada perbedaan sudut pandang) memang tidak mudah. Butuh suatu sikap dewasa dan wise (bijak) yang membumi dan melangit. Seperti jargon yang sudah-sudah selalu saya katakan, dalam peperangan melawan ghiroh (gairah/nafsu) yang sabar adalah pemenangnya.
Semoga di suasana Idul Fitri 1442 H yang masih dihantui pandemi Covid-19 ini kita tetap menempatkan husnudzon (sangka baik) kepada siapapun, bukan sekadar kepada pemerintah atau manusia. Tapi juga seyogyanya menjadi kewajiban bahwa sangka baik harus dibiasakan, terlebih kepada Allah SWT.
Selamat Idul Fitri 1442 H, mohon maaf lahir dan batin. Tabik!
Taqoballahu minna waminkum wataqobal ya karim
Robi Cahyadi
Malang, Malam 1 Syawal 1442 H
No comments:
Post a Comment