Peta politik 2019 semakin jelas dan terlihat sangat gamblang sekali, meskipun sebenernya terlalu dini jika harus menilainya dan menyimpulkan di hari ini. Karena politik itu selalu bersifat dinamis dan penuh gejolak perubahan. Setidaknya boleh lah kita berandai-andai dahulu untuk sedikit ikut meramaikan kontestasi politik tahun 2019 nanti.
Kita ketahui bersama hari ini mesin politik resmi Prabowo baru dua yaitu PKS dan Gerindra. Meskipun PAN dan Demokrat cukup konsisten berada di pihak Prabowo, nyatanya sampai saat ini untuk sementara PAN dan Demokrat masih ragu akan merapat ke kubu siapa. Belum ada pernyataan resmi dua partai ini mendukung siapa. Catat gih.
Sementara, Jokowi hari ini dengan mesin politiknya yang sangat besar dan super raksasa, ada PDI P, PPP, PKB, NASDEM, HANURA, GOLKAR sudah sangat jelas terlihat gagah dan bukan lagi berpotensi menang, tapi sangat besar peluangnya untuk menyudahi duel politik tahun depan. Meskipun kita tidak boleh juga sih meremehkan militansi dua partai pengusung Prabowo yaitu PKS dan Gerindra ini. Kita ketahui bersama PKS khususnya memiliki militansi ala-ala taliban dan juga ikhwanul muslimin dalam berpolitik.
Lantas logikanya bagaimana di 2019 nanti? Pada kontestasi politik tahun 2014 yang didukung mesin politik besar/mayoritas saja Prabowo kala itu kalah oleh Jokowi yang didukung koalisi kecil. bagaimana nanti 2019 yang berlaku sebaliknya yaitu Jokowi yang didukung mayoritas partai besar sementara mesin politik Prabowo sangat mini? Dalam kaca mata penulis, Prabowo bukan kalah lagi, tapi njeleput dan ajur mumur.
Alternatif paling rasional dan aman itu apa untuk Prabowo? Dalam pandangan penulis, alternatif ke tiga patut dipertimbangkan. Prabowo hendaknya mempertimbangkan untuk bersedia dengan jiwa kesatrianya menjadi calon wakil presiden Jokowi di 2019. Titik. Ingat sampai saat ini elektabilitas Prabowo masih di bawah Jokowi (survei poll tracking). Alternatif ke tiga ini masih sangat mungkin dilakukan mengingat sekali lagi politik itu dinamis. Bayangkan, jika dua kutub antara Prabowo dan Jokowi ini menyatu, insyaallah DAMAILAH INDONESIAKU. Alumni 212 di kemanakan jika seperti itu alternatif yang dipilih? Kirim ke gurun Sahara. Heuheu.
Pertanyaannya apakah Jokowi sudah menawarkan pada Prabowo untuk menjadi cawapresnya di 2019? Gus Romahurmuzy selaku pimpinan PPP sekaligus tim pemenangan Jokowi di 2019 belum lama ini menyatakan bahwa Jokowi sudah pernah menawarkannya pada Prabowo, meskipun dalam hal ini dibantah oleh elit Gerindra Fransiscus Xaverius Arief Puoyono.
Tapi apa dikata? Sekali lagi, Prabowo bertekad memilih untuk mendeklarasikan diri bersiap tarung di 2019 berkat iming-iming dan bombongan PKS dan alumni 212, juga tentunya para penasehat politiknya yang sangat mengagungkannya. Untuk kontek ini elit PKS yang juga penggagas tagar #2019GantiPresiden yaitu Mardani Ali Sera adalah orang yang paling optimis Prabowo menang telak. Kadang di sini saya pribadi merasa ingin ngempet ngguyu.
Sekali lagi, diusung banyak partai besar saja dulu kalah APALAGI NANTI MELAWAN MESIN POLITIK YANG SANGAT BESAR? Entahlah, au ah gelap. Hihihihi.
Bagaimana posisi buruh? Sudah jelas. Makin amburadul. Kenapa amburadul? Karena elit pimpinan buruh masih bersikukuh dengan dukungannya pada Prabowo. Padahal elektabilitas sementara menunjukkan Jokowi tetap masih unggul dibanding Prabowo hari ini kan? Bukankah dulu buruh punya agensi di PDI P? Sebut saja Rieke Dyah Pitaloka, Adian Napitupulu yang concern menyuarakan penderitaan buruh?
Kenapa bukan orang-orang ini saja yang dikelola oleh elit pimpinan buruh untuk membantu memposisikan buruh tetap beruntung di bawah pemerintahan saat ini? Penulis belum mengkajinya secara mendalam. Tapi besar kemungkinan elit pimpinan buruh akan kecele lagi di 2019. Amit-amit jangan sampai kecele lagi dah kalau bisa mah. Ya Allah lindungilah buruh. Amin.
Skema politik 2019 jika itu dirumuskan hari ini:
Prabowo (Gerindra - PKS)
VS
Jokowi (PDI P - PPP - PKB - NASDEM - HANURA - GOLKAR)
Sementara PAN, Demokrat, PBB dan lainnya masih malu-malu kucing belum secara resmi mendukung salah satu pihak. Mereka cukup culas dalam hal ini, terlebih PAN yang secara resmi masih tercatat berkoalisi dengan pemerintahan saat ini. Hanya sikap ideologis elit pimpinan partainya saja yang seakan-akan menolak pemerintahan (sebut saja Mbah Amin Rais yang selalu melancarkan kritik demi kritik pada pemerintahan, terakhir soal partai setan vs partai Allah), tapi kalau jabatannya di kementerian mah PAN mau banget (dalam hal ini Asman Abnur dari PAN ada di kabinet Jokowi). Ngeri bukan? Ups.
Kalau boleh beribarat mah, ibaratnya nanti Prabowo vs Jokowi itu seperti Persela lawan Juventus lah. Saya pribadi perpikir secara rasional saja, Persela vs Juventus itu di atas kertas ya menang Juventus. Andaikan bisa menang Persela pun mungkin faktor penyebabnya adalah hidayah dan mukjizat dari Allah SWT. Mau mengandalkan hidayah? Lha wong alumni 212 khususnya warga PKS itu istigoshah saja males kok ngarepin hidayah. Eh maaf nyeplos.
Sekali lagi ini hanya pandangan penulis semata, sangat mungkin ini mengandung unsur subyektifitas. Tapi penulis tetap berupaya menyajikan satu tulisan yang dikemas berdasarkan data dan fakta yang ada. Tulisan berbalas dengan tulisan, nyinyirin tulisan tanpa sanggup membalasnya dengan tulisan hanyalah perwujudan dari kekerdilan semata.
Bagaimana 2019 nanti? Silakan renungkan dari sekarang. Jawabannya ada di hati dan pikiran masing-masing dari kita.
Wallahu a'lam bisshowab (Sungguh Allah-lah yang maha mengetahui).
Bekasi, 22 April 2018
Robi Cahyadi
No comments:
Post a Comment