Seperti yang mungkin sudah kalian ketahui bahwa saya bukanlah orang yang nyaman memanfaatkan waktu libur hanya duduk santai di rumah. Saya menggemari berpetualang, jalan-jalan pergi ke suatu tempat baru yang belum pernah saya kunjungi merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.
Hari sabtu kemarin lusa saya memutuskan solo touring menggunakan sepeda motor ke arah Jawa bagian timur. Si dum-dum (sebutan motor saya, Honda CRF 150L) saya ajak berpetualang sejauh yang memungkinkan di hari itu. Ide berkeliaran mulai dari ingin ke pantai Papuma yang terkenal di Jember itu hingga ke Savana Bekol di Baluran yang ikonik itu.
Setelah merenung sebentar selepas sholat subuh, akhirnya pilihan jatuh ke Ijen Geopark, dan seperti judulnya Journey: Ijen ke Ijen saya ke sana berpetualang sendirian alias ijen dalam bahasa jawa. Saya mengawali perjalan dari Malang jam 9 pagi hari Sabtu, si dum dum dalam posisi peak perform untuk diajak berlari di atas aspal berkelok sepanjang jalan.
Maqbaroh Habib Sholeh Tanggul, Jember |
Pukul 9 pagi saya berangkat, saya seorang nahdiyin yang tentu saja gemar dekat dengan ulama. Saya memutuskan untuk tidak langsung menuju Geopark Ijen di Bondowoso tujuan awal saya. Si dum dum saya geber menuju arah Pasuruan Kota dan berlanjut ke Probolinggo Kota. Sampai di Probolinggo, saya ambil jalur ke selatan arah Lumajang.
Tujuannya ke mana? Saya ingin berziarah ke makam Habib Sholeh Tanggul di Jember. Habib Sholeh Tanggul merupakan ulama dan juga seorang habaib (dzuriyah Rasul Kanjeng Nabi Muhammad SAW), beliau lahir dari Tarim Hadramaut dan berdakwah sampai akhir hayatnya di Tanggul, Jember. Saya ingin takdzim dengan ulama dan juga berharap barokah kewaliannya.
Sampai di Tanggul, Jember sekitar jam 11.30 bertepatan dengan jam sholat dzuhur, saya pun ikut berjamaah dzuhur di masjid komplek makam Habib Sholeh ini. Selepas sholat dzuhur saya tahlil singkat dan berdoa bermunajat di makbaroh Habib Sholeh, salah satu doa yang saya panjatkan ke Gusti Allah adalah semoga badan ini selalu diparingi sehat, digangsarkan rezekinya, dan diluaskan ilmunya.
Kantor Bupati Jember, Jawa Timur |
Jam 13.00 saya memutuskan untuk melanjutkan perjalan ke arah kota Jember, hanya butuh waktu satu jam dari Tanggul menuju alun-alun Jember. Jam 14.00 saya sudah sampai di depan kantor bupati di sisi alun-alun Jember. Saya istirahat dengan membei kopi seduh sachet di pedangan asongan, sembari mengistirahatkan si dum-dum juga agar siap saat diajak berlanjut ke arah Ijen Geopark, di ujung timur Bondowoso alias barat persis Banyuwangi.
Setelah setengah jam istirahat dan merasa cukup, saya berlanjut menggeber dum-dum ke arah kota Bondowoso, jalurnya tentu melalui Kalisat-Jelbuk ke utara dan seterusnya sampai tembus Bondowoso kota. Yang paling diperhatikan saat sampai di kota Bondowoso adalah jangan sampai salah jalur menuju arak-arak atau dalam artian salah arah balik lagi ke barat (Probolinggo via Besuki). Saya mengikuti petunjuk menuju Ijen Geopark.
Sampai di wilayah pertigaan Garduatak, Tapen, display besar sudah terlihat dan jam menunjukkan 15.30 waktunya sholat ashar dan mengisi perut yang lapar. Display besar itu berutuliskan Wellcome to Ijen Geopark, wah tentu sangat senang sekali sudah dekat pikiran saya. Padahal ternyata masih sangat jauh butuh waktu sekitar satu setengah jam lagi menuju bascamp Paltuding, di bawah track menuju Ijen Crater Acid Lake (danau asam kawah Ijen) yang melegenda itu.
Tugu Selamat Datang Ijen Geopark di Kluncing, Bondowoso |
Setelah ashar dan makan, saya berlanjut menuju arah Wonosari lalu Kluncing, sampai di Kluncing jam 17.00 sudah lumayan gelap menjelang magrib, di jam seperti ini suasana hati pasti akan berbeda karena mendadak hari akan menjadi gelap, apalagi sepanjang jalur Kluncing-Sempol-sampi ke Paltuding itu dipenuhi jurang kanan kiri dan hutan hujan tropis yang sangat lebat sekali. Mistisnya dapat lah pokoknya, seru.
Tepat jam 18.00 saat adzan magrib berkumandang, si dum-dum dan penunggangnya ini sudah memasuki kawasan Paltuding, basecamp pendakian Ijen Crater. Hati lega dan sangat senang bisa sampai di sini, dum-dum saya parkir di depan rest area, saya memilih istirahat di warung Mbak Karti, di warung ini segala kebutuhan makanan ada. Tempa nyaman, bisa istirahat di belakang warung yang telah disediakan bale untuk rebahan bagi para traveller low budget seperti saya ini.
Saya pesan kopi khas Bondowoso, Arabica Lanang. Sebuah kopi yang dihasilkan dari kebun kopi wilayah ini, dan konon katanya mampu memperkuat kejantanan wong lanang. Hari menjadi gelap, gerimis kabut turun menyelimuti Paltuding yang elok ini. Saya bercengrakam di depan api unggun yang dibuat oleh suami Mbak Karti si pemilik warung, bicara ngalor ngidul soal keindahan dan sejarah Paltuding itu sediri. Menarik.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.00, badan saya sudah letih dan butuh istirahat. Saya tidur di bale yang telah saya cerit di paragraf atas. Alarm saya set jam 02.00 dini hari karena jam 03.00 saya dan pendaki/pengunjung yang lain harus ready untuk menuju Ijen Crater. Saat saya bangun, saya nitip tiket karcis masuk ke suami mbak Karti, harga tiket jika online sebenarnya hanya Rp. 7500 saja, tapi karena saya offline dan nitip harganya menjadi Rp. 12.500 saja.
Jam 03.00 saya mendaki ke kawah Ijen, pegunungan Ijen ini. Saya termasuk kategori kloter awal sesaat setelah gerbang pendakian dibuka. Gelap gulita tracknya menjadikan saya teringat masa lalu saat summit di beberapa gunung di Jawa Barat dan Tengah. Masa lalu yang akan sulit terulang jika mengingat usia semakin bertambah dan raga akan menuju tidak muda lagi. Saya hanya butuh waktu 1,5 jam untuk bisa sampai di bibir kawah Ijen. Saya seorang diri dan hanya ditemani penambang belerang yang hebat itu.
Saya berharap bisa mendapatkan foto blue fire fenomena alam yang eksotis itu, tapi apa daya gerimis menjadikan blue fire padam tidak terlihat. Sangat kecewa di titik ini, bisa melihat blue fire adalah sebuah kebahagiaan seorang pendaki yang ke Ijen sebenarnya. Tapi tidak mengapa, tujuannya adalah selamat sampai pulang kembali ke rumah. Demikian batin saya menenangkan kekecewaan ini. Saya bercengkrama dengan para penambang belerang kawah Ijen yang dikenal sebagi manusia-manusia kuat ini.
Aktivitas Penambangan Manual Belerang di Kawah Ijen, Banyuwangi |
Setelah puas mengabadikan momen di bibir kawah danau kawah Ijen, saya kembali naik ke bibir kawah. Tujuan selanjutnya tentu adalah ke spot foto paling ikonik di Ijen yaitu akar kering atau sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai pohon kering. Ijen ke Ijen adalah sebuah cerita pendek yang dihasilkan dari sebuah perjalanan solo touring dengan dum-dum. Cerita selanjutnya akan rilis beberapa hari ke depan jika waktu sudah memungkinkan. Ijen ke Ijen sekian dulu, sampai jumpa lagi.
Danau Asam Kawah Ijen yang Cantik Jelita, Banyuwangi |
Bersambung...
Robi Cahyadi
Paltuding, 13 Februari 2022
No comments:
Post a Comment