Potret Kemiskinan di Indonesia |
Seorang ayah di Garut, Jawa Barat, melakukan hal nekad: dia mencuri telepon seluler milik majikannya, beberapa waktu lalu. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu mengambil ponsel majikannya karena terpaksa. “Anak saya sudah lebih dari sepekan tak bisa sekolah dengan cara online. Kami tak punya ponsel”, ujar si ayah setelah dia tertangkap oleh putra si majikan yang melacak keberadaan ponsel itu lewat bantuan aplikasi.
Si putra majikan tak jadi marah meski dia sudah menemukan ponsel curian dan pelakunya. Setelah berhari-hari melacak lokasi ponsel yang hilang itu, dia menemukan sebuah titik di peta, dan dengan hati-hati menelusuri jejak yang ditampilkan oleh aplikasi itu.
Dia terkejut karena yang ditemukannya adalah sebuah gubuk kecil dengan tiga orang anak di dalamnya sedang belajar di atas tikar lusuh. Rumah itu hanya bersekat anyaman jerami, dengan ditopang kayu-kayu lapuk dan semen alakadarnya. Biliknya begitu sempit untuk dihuni lima kepala, dan ancaman bocor dari segala sisi jika musim hujan tiba. Dia melihat benda yang sedang dicarinya: sebuah ponsel di tangan seorang anak yang sedang belajar menggunakan gawai itu. Si putra majikan terenyuh. Dia sedih.
Si putra majikan memanggil si lelaki yang mencuri ponsel dan memintanya menghadap ayahnya, sang majikan. Dia sebetulnya hanya sesekali saja bekerja di rumah majikan itu, semacam tenaga serabutan dan bukan pekerja tetap. Pada suatu hari saat ada kesempatan masuk ke rumah majikan, dia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Ada dua ponsel di meja itu, dan sebuah laptop. Lelaki buruh tani itu hanya mengambil satu ponsel saja, dan lalu menghilang.
Di hadapan sang majikan, lelaki buruh tani itu menangis meminta maaf, dan mengatakan dia melakukannya dengan terpaksa karena tak tahu lagi bagaimana harus mencari uang untuk membeli ponsel buat putrinya. Bahkan untuk makan sehari-hari saja keluarganya megap-megap. Anaknya duduk di bangku kelas satu madrasah tsanawiyah (MTs), dan sejak wabah corona menyebar, seperti juga anak-anak di seluruh negeri, sekolahnya menerapkan sistem belajar online dari rumah. Dia takut anaknya tertinggal dan tak bisa mengikuti pelajaran sekolah dan terkucil dari proses pendidikan.
Sang majikan tak jadi marah. Dia memaafkan lelaki buruh tani itu dan lalu mencabut laporan kehilangan ponsel ke polisi sehingga kasus hukumnya tak berlanjut. Para tetangga mengatakan lelaki buruh tani itu memang hidup dalam keadaan terbatas setiap harinya. Bahkan listrik saja mereka tak punya. “Untuk ngecas ponsel, si anak harus pinjam listrik ke rumah tetangga”, kata seorang warga.
Kisah ini viral di media sosial dan media arus utama pekan lalu. Para penegak hukum seperti jaksa dan polisi menjenguk si lelaki buruh tani, dan mereka membawa sembako juga ponsel, sambil menasihati untuk tidak mengulang perbuatan yang melanggar hukum. Apapun alasannya, mencuri adalah tindakan yang salah.
Saya ingat kisah khalifah Umar bin Khattab, tak menghukum seorang pekerja yang mencuri kuda akibat si pekerja kelaparan, dan meminta majikan si pekerja membayar kuda curian itu dua kali lipat karena kesalahannya membiarkan si buruh kesulitan makan. Atau cerita separuh legenda Hakim Bao dari China yang pernah menghukum satu dusun akibat membiarkan seorang warga kelaparan sehingga si warga itu harus mencuri makanan untuk bertahan hidup.
Saya yakin si lelaki buruh tani itu tak sendiri, ada banyak orang senasib dengannya: keluarga miskin yang tak mampu membeli gawai atau laptop, sementara di tengah wabah corona saat ini anak-anak mereka harus bersekolah secara daring. Saya kira akan sangat membantu jika ada lembaga sosial mengumpulkan ponsel atau laptop bekas dari sekujur negeri dan membaginya untuk anak-anak yang membutuhkan di tengah situasi sulit saat ini. Pemerintah kabarnya sedang berpikir untuk memberikan bantuan pulsa gratis bagi keperluan pendidikan anak-anak di masa pandemi, dan kita berharap program itu bisa segera terwujud.
Si lelaki buruh tani yang mencuri ponsel itu hidup di Garut, Jawa Barat, masih Indonesia dan rasanya dia dan banyak orang seperti dia berada tak begitu jauh dari kita.
Sumber: Tulisan Nezar Patria
No comments:
Post a Comment