Jika orang yang lahir di rentang tahun 1946-1964 disebut sebagai generasi baby boomer, maka untuk yang lahir pada rentang 1965-1980 disebut sebagai generasi X. Kemudian siapa generasi Y? Tentunya mereka yang lahir di rentang tahun 1981-1995, ini yang sering disebut sebagai generasi millennial. Adik-adiknya yang lahir setelah 1996 disebut sebagai generasi Z yang saat ini jumlahnya sedang mendominasi ruang pendidikan.
Ilustrasi: Generasi Z Source: google |
Obstacle yang sering ditemui oleh generasi millennial dalam dunia kerja adalah mencari titik temu antara dirinya dengan generasi sebelumnya yaitu generasi baby boomer dan mungkin sebagian generasi X. Generasi Y atau millennial sudah lebih mengenal digitalisasi atau komputerisasi saat di ruang pendidikan sementara kakak-kakaknya tersebut mungkin tidak semuanya berwawasan digital atau komputerisasi.
Ini menjadikan tantangan tersendiri bagi generasi millennial dalam mentransformasikan era lama industri 3.0 (teknologi otomasi berbasis komputer) menuju era baru industri 4.0 (segalanya berbasis digital dan internet/cloud computing) karena bagaimana pun pasti masih banyak karyawan yang saat ini bekerja dan kebetulan usianya sudah mendekati 50-an atau dalam kata lain mereka generasi X tadi.
Jika mereka para generasi X atau sebagian generasi baby boomer (barangkali masih ada yang bekerja ya, tapi seharusnya baby boomer sudah pensiun sih) bersedia mengikuti perkembangan teknologi digital tentu hal ini bagus, tapi problemnya cukup banyak yang justru denial pada transformasi ini. Sebagai contoh sederhana begini, dulu perizinan cuti karyawan melalui form kertas secara manual dan kemudian diubah melalui online berbasis web dan mobile. Untuk sekedar sosialisasi dan sampai bisa terimplementasi saja butuh effort yang tidak biasa.
Dari realita ini tentu ada skill lain yang harus juga dikuasi oleh generasi millennial selain wawasan dan kemampuan teknis pada ruang digitalisasi, apakah itu? Tentu komunikasi yang baik. Untuk menuju era industri 4.0 butuh pendekatan komunikasi persuasif kepada generasi X. Karena sebaik dan secanggih apapun sistem itu diciptakan, jika cara menjelaskannya rumit apalagi agresif dan kemudian justru sulit diterima generasi X sehingga ending-nya tidak terimplementasi dengan baik, saya kira buat apa?
Mungkin ada contoh-contoh lainnya? Boleh di-sharing-kan