Sabtu 20 februari 2021 hari ini banyak media televisi nasional menghiasi dirinya dengan berita ibukota negara tercinta ini yaitu DKI Jakarta dan juga tentu wilayah sekitarnya sedang menderita banjir di banyak titik, entah yang ke berapa kalinya banjir Jakarta terjadi. Jika ditilik dari sejarahnya tentu kita semua sadar betul bahwa posisi Jakarta yang diapit oleh sungai besar yaitu Ciliwung di tengah, Cisadane di barat, dan Citarum di timur tentu menjadikannya sebagai lahan besar bergeografis rendah yang tidak menguntungkan.
Ilustrasi: DKI banjir 2021 |
Sejarah mencatat bahkan jauh sebelum negeri ini merdeka Jakarta sudah diterpa banjir berkali-kali, tercatat tahun 1918 sebagai sejarah banjir terparah karena Batavia (Jakarta kala itu) benar-benar tenggelam mendekati seluruhnya. Hindia Belanda yang kala itu mengendalikan pemerintahan tentu sudah tak kurang akal mencari solusi untuk mengatasi problem tahunan ini. Kenapa harus dikatakan sebagai problem tahunan? Karena faktanya hampir setiap tahun di puncak musim penghujan selalu banjir, dan selama itu pula sejarah juga mencatat masalah ini tak kunjung terselesaikan.
Menyelesaikan banjir di Jakarta tidak hanya cukup dengan jargon omong kosong dalam rangkaian agenda kampanye seorang calon pimpinan daerah. Seribu kali ganti pimpindan daerah (baca: gubernur) dan kita ketahui bersama selalu saja mengumbar janji dalam kampanyenya akan berusaha mengatasi problem rutin banjir ini pun penulis pikir mustahil dianggap sebagai angin segar penyelesaian masalah. Alih-alih angin segar, yang ada justru masyarakat urban Jakarta masuk angin karena banjir ini. Sedap!
Yang teranyar gubernur DKI Jakarta penuh aksi brilian dengan kata-kata mutiaranya yang saat ini sedang menjabat yaitu Anies Baswedan bahkan baru-baru ini terpilih sebagai salah satu tokoh berpengaruh di dunia, meski banyak pihak bingung entah apa dasarnya. Tapi kenyataannya bukan otomatis dengan prestasi yang konon dianggap cemerlang itu lantas banjir tiba-tiba menghilang. Faktanya malah rilis klaimnya di media baru-baru ini yang menyatakan bahwa banjir Jakarta 2021 aman terkendali justru terlihat nampak omong sekosong-kosongnya omong.
Melalui tulisan ini penulis mengajak kepada pembaca untuk merenungi kembali setidaknya pada dua hal penting. Pertama masih relevan kah percaya pada ucapan pimpinan daerah Jakarta soal akan teratasinya problem rutin banjir tahunan ini dengan berbagai programnya? Penulis pikir tidak. Kedua yakinilah bahwa keadaan banjir Jakarta ini disebabkan oleh perilaku manusianya sendiri yang tidak sadar akan rusaknya alam, sehingga seyogyanya jangan berharap lagi pada pemerintah untuk mengatasi banjir. Tapi berjanjilah pada diri sendiri untuk ikut andil mencegah laju kerusakan lingkungan, khususnya warga Jabodetabek.
Semoga banjir Jakarta dan sekitarnya segera surut dan warga dapat beraktivitas normal kembali. Sebagai informasi tambahan bahwa kondisi saat ini menurut rilis resmi Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan bahwa permukaan laut di Jakarta (khususnya Jakarta Utara) sudah berada 1.5 meter di atas permukaan tanah. Yang logika orang pandir (baca; goblok) adalah mustahil jika terus bertahan dengan program penanggulangan banjir seperti yang ada saat ini. Mompa genangan, membersihkan drainase, keruk sedimentasi muara, tanam pohon, hal-hal normal seperti itu sudah lagi bukan solusi berharga. Butuh solusi nyata mega besar (extra ordinary). Benar bukan?
Robi Cahyadi
Malang, 20 Februari 2021
Dipenuhi rerintikan hujan berselimut pekatnya mendung