Kunjungan saya ke china dalam 3 tahun terakhir lebih dari 5 kali dan kunjungan saya ke silicon valley 3 tahun terakhir juga 2 kali ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan secara bisnis.
Perusahaan besar seperti manufaktur dan heavy industry menggeser fungsi SDM labor force ketingkat 0 “nol” kalau perlu atau tidak pakai buruh lagi untuk skill worker di ganti dengan robot artificial inteligen.
Perilaku buruh yang suka demo, banyak mengeluh, harus dididik diajari menjadi berkurang hinga 90% dan ini meringankan kerja bagian HRD.
Ini ibarat mobil pakai kopling lalu di putuskan pakai otomatis, itu menghilangkan lebih dari 40 bagian “engine mechanical” mobil.
Selain lebih efisien di tenaga kerja maka lebih kecil “human error & kecelakaan kerjanya ”. karena kesalahan kerja kecil dan mesin lebih cepat ( bisa sampai 2 kali lipat) lebih banyak produksinya di banding mengunakan tenaga manusia. Teknologi AI robotik tumbuh pesat baru 3 tahun terakhir ini dan 5 tahun kedepan makin ngeri lagi.
Industry garment, industry otomotif, electronic dan banyak lagi telah menganti hingga 80% labor dengan teknologi dan sebentar lagi akan merambah Indonesia.
Apa yang terjadi dengan tingkat penganguran di Indonesia? Hal ini cukup menjadi perenungan buat saya. kepala saya langsung kalkulasi dan buat perhitungan karena 3 tahun yang lalu memang industry robotic belum secangih sekarang, apalagi di tambah dengan 5 G ke depan maka robotic maju pesat.
Bagi perusahaan, walau agak lebih mahal sedikit investasinya (bisa sampai 20%) namun manusia modern yang makin ribet cara berfikirnya sebaiknya memang tidak di pakai.
Saya rasa 50% manufaktur di Indonesia 5 tahun lagi akan menggantikan manusia dengan mesin.
Indikasinya? Sekarang semua manufaktur besar yang ada system mekaniknya pasti akan “dirobotkan”. Pengangguran pasti meningkat namun bagi perusahaan besar “ngak perduli”, yang penting margin keuntungan dan bisnis Berjaya.
Lalu apa yang terjadi dengan SDM tersebut? Ya pengangguran di mana-mana. Ada yang mikirin hal ini solusinya bagaimana?
Sumber: Postingan Dekan Fatek Unisma Bekasi, H. Sugeng, S.T., M.T.
Tulisan di atas direspon balik dengan tulisan oleh: Alumni Fatek Unisma Bekasi, Robi Cahyadi, S.T.
Tulisan ini memang terlihat menarik sepintas, sangat agitatif. Tapi ada satu hal yang terlewatkan oleh penulis. Apakah itu? Penulis memang menyajikan fakta dan juga opini yang terkesan memposisikan buruh di situasi tidak menguntungkan dengan adanya otomasi industri.
Tapi tidakkah penulis menyadari jika itu betulan dilakukan maka akan ada kondisi tidak balance (seimbang) antara konsumen dengan produsen. Terjadi penurunan demand (permintaan) akibat daya beli masyarakat pastinya. Otomasi industri menyebabkan pengangguran memang betul, tapi bukankah tingginya pengangguran itu sendiri artinya daya beli konsumen akan menurun juga? Sehingga supply (produsen) juga akan terdampak?
Bagaimana simbiosis dalam iklim bisnis itu nanti akan terjadi jika dalam kaca mata penulis tersebut tidak memperhatikan aspek pentingnya posisi masyarakat (buruh) sebagai konsumen atau demand itu sendiri? Otomasi = reduce man power = productivity up. Sementara di lain sisi? Daya beli masyarakat (buruh) menurun = produknya gak laku juga bukan?
Asumsikan begini, dengan adanya otomasi industri PT. AHM mampu menaikkan produksi sepeda motornya dua kali lipat dari sebelumnya misal, tapi reduce karyawannya juga 50% misal, mereka jobless ndak punya uang, kemampuan beli rendah, sepeda motornya AHM tadi gak laku karena ketidakmampuan masyarakat yang kebetulan juga bagian dari buruhnya AHM membeli produk yang dibuatnya sendiri, lembaga keuangan lesu, bisnis lesu juga.
Wacana otomasi industri memang selalu digaungkan oleh pemilik modal (kapitalis) dengan tujuan tidak lain adalah manajemen produktifitas di kelas karyawan (buruh). Ini tidak semudah teori yang dikembangkan selama ini, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, salah satunya yang terpenting adalah soal sisi nilai kemanusiaan. Kita masih manusia. Rumit bukan?
Wacana otomasi industri memang selalu digaungkan oleh pemilik modal (kapitalis) dengan tujuan tidak lain adalah manajemen produktifitas di kelas karyawan (buruh). Ini tidak semudah teori yang dikembangkan selama ini, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, salah satunya yang terpenting adalah soal sisi nilai kemanusiaan. Kita masih manusia. Rumit bukan?
No comments:
Post a Comment