Alkisah sebuah cerita dahulu kala ada seorang guru sekolah yang mengajar mata pelajaran fisika untuk SMA di sebuah sekolahan menengah negeri yang tidak terlalu favorite di kota kecil di ujung pulau Jawa, guru tersebut memiliki murid bernama Taufik.
Setiap masuk kelas pasti perawakan Taufik ini tampak dekil, jauh dari kata bersih dan rapi. Sela-sela jari kuku tangannya seringkali hitam kotor nampak sisa-sisa gemuk oli. Bajunya pun tidak jarang compang-camping lusuh berantakan tanpa seterikaan.
Saat ujian ulangan harian pun dia tidak pernah mendapatkan nilai yang bagus, mentok nilainya hanya di kisaran 40-50 saja. Di mana di saat bersamaan teman-teman yang lainnya mendapatkan nilai 90 bahkan 100. Ini ironi yang nyata dan memilukan waktu itu.
Lalu saat ada momen berdua dengan Taufik, guru tersebut bertanya apa yang membuat prestasi belajarnya jeblok. Bahkan saat diminta menjelaskan ulang apa itu hukum ohm, bagaimana korelasinya antara hambatan, tegangan, dan kuat arus. Taufik sama sekali tidak mengerti, tidak paham.
Taufik lalu menjelaskan bahwa selama ini dia lusuh compang-camping dan belepotan oli gemuk karena dia memang bantu-bantu saudaranya di bengkel untuk tambahan uang sakunya. Pernah suatu ketika saat sepeda motor temannya rusak, Taufik lah yang diandalkan untuk memperbaikinya.
Puncaknya, saat acara pelepasan kelulusan sekolah. Genset sumber listrik untuk acara puncak kepala sekolah berpidato di panggung utama tanpa sebab rusak, mati pet prepet gak nyala. Taufik lah anak yang sigap dengan jerih payahnya memperbaiki. Genset hidup kembali dan acara yang berada diujung kekacauan dapat terkendali lagi.
Taufik memang gagal secara akademik, nilainya buruk secara teori, tapi dia berhasil dan sukses dalam realita kehidupan. Dia dapat diandalkan, manfaatnya sebagai manusia bahkan melampaui teman-teman sepantarannya. Taufik lulus sekolah dengan nilai akademik yang tidak cukup memuaskan, tapi dia punya “core value”.
Suatu ketiku pula setelah beberapa tahun kelulusan itu, saat mobil guru tersebut mogok di jalanan tengah kota dan membuat kemacetan panjang. Munculah mobil bak double kabin dengan driver ganteng bersepatu safety turun menyapanya, lalu menolongnya, memperbaiki mobil itu dan menyelesaikannya.
Siapa yang keluar dari mobil bak double kabin tersebut? Dia adalah Taufik, yang dulu saat sekolah nilai akademiknya buruk. Tapi kini ia adalah pemilik “workshop mobile” bernama “TEBE JAYA” - yang artinya Taufik Eko Bahrudin Engineering JAYA”. “Bengkel berjalan” yang membantu banyak orang dan solusi atas segala permasalahan otomotif di kota itu.
Begitulah realita kehidupan, anda boleh bangga dengan nilai akademik yang anda koleksi dalam masa-masa belajar di bangku sekolah, tapi anda belum tentu mampu menjadi manusia yang memberikan manfaat bagi sesama. Bahkan tidak jarang, anda dengan kesombongan nilai-nilai di atas kertas tadi, hanya menjadi sampah masyarakat di kemudian hari.
Mulai sekarang. Belajarlah menghargai potensi orang, tenang saja dan yakinlah bukan anda satu-satunya manusia yang “berdaya” itu.
Selamat pagi, selamat beraktifitas, semoga kita semua bahagia. Aamiin.
☕️