Sunday, May 5, 2024

RELIGI: MENYOAL KERAMAIAN ANAK DI MASJID

Anak adalah salah satu anugerah yang sangat spesial bagi para orang tua, is it right? Tentu sudah sangat benar sekali jika setiap orang tua punya himmah (gegayuh atau cita-cita), menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik dan mengenal Tuhannya.

Bahkan dalam sebuah hadist nabi juga dijelaskan bahwa salah satu dari ke tiga amal jariyah, yaitu amal yang pahalanya tidak akan terputus sepanjang waktu adalah anak-anak yang sholeh sholehah. Do you understand well with this rule?

Lalu sebagian kecil dari pada banyak upaya yang dilakukan orang tua dalam berharap kesholeh-sholehahan anak-anaknya adalah mengajaknya dalam ritual peribadatan. Sederhananya diajak dan dikenalkan beribadah sholat di masjid atau langgar (mushola).

Tapi sayang seribu sayang, niat baik para orang tua tersebut tidak selalu selaras dengan pemikiran atau harapan orang tua yang lainnya. Saat anak-anak yang belum aqil baligh tersebut kemudian bercanda dan banyak tingkah saat ritual ibadah berlangsung, di sini letak persoalannya.

Tidak sedikit orang tua lain justru terganggu dengan adanya anak-anak yang riang gembira bercengkerama secara naluriah fitrah bersama teman seusianya. Mereka yang ingin mendapatkan kekhusyukan dalam beribadah tentu akan sangat murka hatinya, tidak jarang sampai harus mengeluarkan umpatab dan hardik kepada anak-anak kecil itu.

Lalu bagaimana islam yang ajarannya diwakili oleh para alim ulama’ saat ini memandang dan menjawab persoalan ini? Bukan alim ulama’ jika tidak bisa memberikan solusi atas persoalan sederhana ini. Mari kita renungkan bagaimana persoalan ini mendapatkan solusinya.

Jika merujuk pada sejarah yang ada, anak kecil di masjid sudah lazim sejak zaman Rasulullah SAW. Perilaku anak pada zaman itu juga tidak berbeda jauh dengan zaman ini, sama-sama suka bermain. Tidak ada kondisi dan penjelasan khusus bahwa anak-anak di zaman nabi lebih pendiam dan anteng. Namun, bagaimanakah baginda Nabi Muhammad SAW menyikapi mereka di masjid?

Terkait hal ini, Abu Qatadah RA menuturkan, “Aku melihat Rasulullah SAW mengimami shalat sambil menggendong cucunya, Umamah binti Abi al-‘Ash di pundaknya. Bila beliau akan sujud, maka anak tersebut diturunkannya” (HR Bukhari dan Muslim).

Berangkat dari satu hadist ini para ulama’ kita menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW pun ternyata membawa anak kecil ke masjid. Namun, beliau bertanggung jawab dan tidak lepas tangan. Beliau pegangi cucunya, bahkan beliau gendong agar tidak mengganggu jamaah yang lainnya. Ini!

Pun begitu dalam riwayat yang lain, Syaddad RA mengisahkan, di suatu shalat Isya, Rasulullah SAW datang sambil membawa cucu beliau, Hasan atau Husain. Beliau maju ke pengimaman dan meletakkan cucunya lalu bertakbiratul ihram. Di tengah shalat, beliau sujud lama sekali. Karena penasaran, Syaddad RA mengangkat kepalanya untuk mencari tahu.

Ternyata sang cucu naik ke pundak Rasul SAW saat beliau sujud. Syaddad RA pun kembali bersujud. Seusai shalat, jamaah bertanya, "Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud lama sekali. Hingga kami mengira ada kejadian buruk atau ada wahyu yang turun padamu".

Rasulullah SAW menjawab, “Bukan itu yang terjadi, tapi tadi cucuku (antara Hasan atau Husain) menjadikan punggungku sebagai tunggangan. Aku tidak suka memutus kesenangannya hingga dia puas” (HR Nasa’iy dan dinilai sahih oleh al-Hakim).

Walhasil, kesimpulannya adalah bagi orang tua yang membawa serta anaknya ke masjid harus bertanggung jawab atas tingkah polah mereka. Bertugas untuk mengondisikan dan memberikan pengertian kepada anak. Namun, proses pendidikan itu harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan kesabaran hati.

Dengan demikian, diharapkan anak-anak tidak kapok untuk berangkat ke masjid atau majelis taklim. Pada waktu yang sama, keberadaan mereka juga tidak membuat jamaah lainnya terganggu kekhusyukannya dalam beribadah.

Segamblang itu masih sulit dipahami kah? Jika sulit, tidak lain tidak bukan barangkali sujudmu kurang lama sehingga menyebabkan kebaikan hatimu tidak turun ke isi kepalamu (logikamu). Semoga tulisan ini menjadi sebab dibukakannya pemahaman yang luas sehingga mengarifkan hati kita semua para orang tua. Aamiin.

Wallahualam bhissowab.

Malang, 9 April 2024
Robi Cahyadi

FAMILY: BABAK AWAL USIA PERNIKAHANKU

Tidak terasa pernikahan kami sudah lebih dari lima tahun lamanya. Katakanlah usia hidup kami mampu menembus 70 tahun, artinya usia pernikahan kami baru setara sekitar 18 menit babak pertama sebuah pertandingan sepak bola full time.

Artinya masih sangat jauh untuk menuntaskan peluit panjang babak kedua berakhir yaitu di menit 90. Belum lagi jika masih harus dapat injury time yang dewasa ini dalam pertandingan sepakbola seringnya melebihi 5 menit per babak. Atau jika ternyata berlanjut ke babak adu pinalti, akan semakin panjang jalan menuju kemenangan itu.

Lima tahun lebih menuju ulang tahun ke enam pernikahan yang tentunya penuh drama dan lika-liku. Mulai dari bagaimana memahami apa yang seringkali dia inginkan atau pun dia memahami keinginan saya untuk tidak mengajak bicara sedikit pun saat saya baru sampai rumah dari bepergian.

Perjalanan masih akan sangat panjang, mustahil dengan komitmen yang kecil sebuah pernikahan dapat langgeng sampai ke duanya dijemput ajal. Pernikahan memang butuh komitmen yang sangat luar biasa, tidak boleh kita meremehkan perihal ini.

Pernikahan adalah ibadah yang barangkali menjadi ibadah terpanjang dalam hidup manusia khususnya penganut islam. Dijelaskan dalam islam bahwa “barang siapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah swt pada separuh yang kedua”.

Dalam bahtera pernikahan pasti selalu ada masalah dalam rumah tangga bahkan seringnya yang bersifat unpredictable dan itu membutuhkan manajemen konflik yang berkesinambungan. Jika berhasil menghadapinya dengan baik maka itulah ibadah. Itulah esensi kenapa pernikahan dikatakan sebagai ibadah terlama.

Tindak tanduk dalam rumah tangga mengandung dua konsekuensi logis yaitu pahala dan dosa. Sebut saja istri dengan riang menyiapkan makanan tapi suami enggan menyantapnya, jika istri kecewa itu tentu akan menjadi kutukan bagi suami. Pun begitu jika suami ingin dibuatkan segelas kopi tapi istri ngersula tidak ikhlas, Allah SWT niscaya murka.

Semoga kami diberikan kekuatan lahir dan batin untuk terus berkomitmen, untuk selalu siap mitigasi dan mengelola konflik di dalam ikatan pernikahan ini. Semoga keberkahan-keberkahan dan ridhlo Allah SWT senantiasa menyertai. Aamiin. 🤲🏽

Saturday, March 9, 2024

RELIGI: MENATA HATI MENYAMBUT RAMADHAN

Ramadhan merupakan salah satu momentum untuk mengeliminasi keruwetan dalam hidup kita. Keruwetan yang dimaksud di antaranya adalah kesumpekan hati, kecupetan pikiran, bahkan hingga sempitnya rezeki yang sangat kita nantikan terpecahkan hari demi hari.

Ramadhan sebentar lagi datang dan menemani hari-hari kita dalam kurun waktu sebulan mendatang, apa yang harus dipersiapkan dalam rangka menyambut bulan suci ini? Sirup, kurma, jajanan, atau stok bahan makanan kah?

Bukan, bukan itu yang harus dipersiapkan. Badokan dan cekekan semacam itu hanya kebutuhan printilan saja di bulan ramadhan yang mulia nanti. Persiapan terpenting adalah hati dan keseriusan dalam menatap bulan suci itu sendiri.

Kenapa hati harus dipersiapkan? Ini berkaitan erat dengan niat, segala ibadah seyogyanya dilandasi niat dan niat itu adanya di dalam hati sanubari. Dari niat yang tulus dalam hati berharap lahirlah keseriusan dalam beribadah di bulan suci nanti.

Itulah kenapa mbah-mbah kita dulu mengajarkan ritual bernama “tidur” sehari menjelang ramadhan. Membersihkan mushola atau langgar yang akan dijadikan sentra pencarian maghfirah, menabuh bedug sepanjang hari dengan niat tulus dan bahagia menyambut ramadhan.

Apakah budaya “tidur” menabuh bedug dengan pukulan rancak yang indah didengar khas islam mataram ini sudah punah di tengah gempuran masyarakat yang semakin modern dan cinta duniawi? Entahlah. Patut kita simak nasih selanjutnya.

Yang pasti banyak di antara kita yang hanya melewatkan kemuliaan-kemuliaan bulan ramadhan begitu saja tanpa mendapatkan benefitnya. Senang dan riuh dengan segala romantisasi bulan ramadhan, tapi sebenarnya hati dan pikiran kosong tidak terisi kebaikan apapun.

Padahal kita tahu, bulan ramadhan dikenal dalam islam sebagai bulan penuh maghfirah (ampunan Allah SWT). Jika kita para pendosa ini menyeriusi datangnya bulan ramadhan dengan niat, bukankah semakin besar peluang mendapatkan maghfirah yang endingnya adalah kelancaran hidup kita?

Wallahualam bhissowab…

Malang, 9 Maret 2024
Bapaknya Val

Saturday, February 10, 2024

FAMILY: PENDIDIKAN ANAKKU PENDIDIKANKU

Pernikahan itu melahirkan diskusi tiada henti antara suami dan istri. Salah satu diskusi yang tidak bisa dilewatkan adalah ngobrolin soal pendidikan anak. Meski anakku masih kecil, tidak jarang aku dan ibunya Val sudah ngomong basa-basi soal nanti Val sekolah di mana hingga saat besar harus kuliah apa dan di mana. Mungkin terlalu dini ya ngomonginnya, tapi ini realita yang tidak bisa dicegah.

Membersamai tumbuh kembang anak merupakan idaman setiap orang tua tidak terkecuali seorang ayah termasuk diriku. Jika masa kecilku dulu tidak terlalu banyak dibersamai oleh ayah karena beliau saking sibuknya bekerja, maka aku saat ini sebagai ayah tidak ingin mengulang masa lalu itu terjadi pada anakku.

Seorang ayah, pada umumnya gak patek ngreken perihal pendidikan anak, pendidikan anak lebih dibebankan pada sisi ibu. Kalau dipikir mendalam, mungkin itu sudah tidak relevan lagi di era yang seharusnya generasi seusia kami punya cara pandang berbeda dengan orang tua terdahulu. Sebagai ayah tidak perlu malu dan canggung untuk sekedar join dengan ibu-ibu lain nungguin anaknya sekolah.

Waktu akan terbang begitu singkat, itu adalah kepastian yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Prinsip itu yang menjadikanku sadar betul bahwa membersamai tumbuh kembang dan pendidikan anak adalah bagian dari rencana hidup dan daily basis yang tidak bisa diwakilkan. Bagiku ayah memiliki peran yang sama dengan ibu dalam memplaning dan mengontrol pendidikan anak.

Terlepas ada dogma yang menyatakan bahwa madrasah diniyah seorang anak adalah ibunya sendiri, tentu tidak akan salah jika ayah juga turut andil lebih jauh dan ‘kepo’ soal hari-hari belajar anaknya. Kuncinya adalah tetap kompromi dengan ibunya yang besar kemungkinan lebih tahu apa bakat terpendam anaknya. Semoga gendukku mendapatkan jaminan pendidikan tertinggi melebihi ayah ibunya, aamiin.

Friday, January 19, 2024

OPINI: MENYOAL COPRAS CAPRES 2024

Sebenarnya saya bertekad ingin mengakhiri ketertarikan dengan isu politik copras capresan kali ini. Karena selain banyak mudharatnya juga terlihat sia-sia saat bertarung opini soal siapa capres cawapres paling rasional dan potensial untuk dipilih. Kesia-siaan itu tentu disebabkan oleh akal bebal para pendukung masing-masing paslon. Seperti percuma saja membangun opini tentang siapa figur yang layak dipilih.

Meskipun begitu, tetap saja naluri dalam hati ingin mengutarakan sudut pandang tentang capres cawapres hari ini. Tujuannya adalah mendapatkan orang-orang yang khilaf lalu terpengaruh dengan opini ini. Melalui tulisan singkat ini tanpa bermaksud menguliti keburukan setiap figur capres cawapres, penulis ingin menyajikan opini yang didasarkan fakta sisi negatif setiap figur. Mari disimak.

Figur pertama penulis mulai dari sisi negatif Capres nomor urut 1 yaitu Anies Baswedan. Siapa yang tidak mengenal Anies Baswedan? Capres bergelar Ph.D yang pernah juga menduduki rektor Universitas Paramadina dan menteri pendidikan ini tentu dikenal sebagai capres dengan intelektualitas terbaik saat ini. Akan tetapi beliau punya catatan negatif dalam rekam jejaknya di dunia maya.

Anies Baswedan dikenal sebagai figur yang bersama-sama dengan kelompok islam puritan memainkan politik identitas sebagai strategi untuk memenangi pilgub DKI kala itu. Tercatat dalam track record digital, gerbong pendukung Anies Baswedan di kala pilgub DKI 2017 saat itu memainkan politik identitas. Benar tidaknya isu ini, sebagian besar simpatisan lawan politik Anies akan mencatatnya sebagai bad notes.

Selanjutnya tentu adalah cawapres nomor urut 1 yaitu Muhaimin Iskandar atau yang lebih dikenal sebagai Cak Imin. Beliau adalah ketua Partai Kebangkitan Bangsa yang cukup lama menduduki posisi itu. Ingat Cak Imin tentu ingat Gus Dur sebagai pendiri PKB. Catatan negatif mayoritas lawan politik Cak Imin tentu berkaitan soal hubungan Cak Imin dengan Gus Dur dalam perebutan partai waktu itu.

Cak Imin dikenal sebagai sosok yang dalam tanda kutip tega mengkhianati pamannya sendiri yaitu Gus Dur. Pada tahun 2008 saat gonjang-ganjing PKB kala itu Cak Imin dinilai sebagai sosok yang dengan sengaja ‘mengkudeta’ Gus Dur, padahal Cak Imin sendiri merupakan keponakan jauh (ada hubungan kekerabatan) dengan Gus Dur. Situasi inilah yang oleh lawan politik Cak Imin diframing sebagai bentuk nir adab, padahal dalam kalangan pesantren adab sangat didewakan di atas logika dan norma lainnya.

Berikutnya adalah capres nomor urut 2 yaitu Prabowo Subianto. Menteri pertahanan kabinet ‘lurah’ Joko Widodo saat ini tentu bukan orang yang asing dengan kontestasi capres cawapres. 2004 beliau yang saat ini diframing sebagai capres Gemoy ini sudah ikut konvensi capres Golkar dan kalah dengan Wiranto. Kemudian berlanjut 2009 menjadi cawapresnya Megawati, dan dua pemilu berikutnya nyapres dan lagi-lagi gagal juga yaitu di 2014 dan 2019 kemarin. Yang harus diakui hebat adalah semangatnya ingin berkuasa, sangat appreciateable!

Apa catatan negatif Prabowo di masa lalu? Penulis pikir akan menjadi yang terbanyak memiliki catatan buruk jika hendak dijabarkan satu persatu. Mulai isu HAM masa lalu dan seterusnya sampai bahkan detik ini dikenal sebagai Menhan yang ‘gagal’ memimpin proyek besar nasional yaitu food estate di pulau Kalimantan. Syarat korupsi. Penulis tidak akan secara detail menguliti sisi negatif Prabowo Subianto karena hemat penulis netizen sudah tidak asing dengan figur ‘ngeyel’ berkuasa yang satu ini.

Selanjutnya barang tentu adalah cawapresnya Prabowo saat ini. Siapa lagi kalau bukan YMM Gibran Rakabuming Raka bin Joko Widodo. YMM adalah Yang Mulia Muda, barangkali pembaca bertanya apa kepanjangannya. Gibran dipilih oleh tim Prabowo karena dianggap sebagai refleksi pemimpin muda atau milenial. Harapannya tentu pemilih muda hari ini akan terpukau dan kesengsem dengan cawapres yang kebetulan seusia. Agak lucu memang situasi konyol ini kenapa bisa terjadi di negara yang terus berstatus berkembang ini.

Gibran dicacat oleh netizen hari ini sebagai sosok planga-plongo jilid dua after bapaknya. Yang terbaru tentu tentang bagaimana dia menghindari undangan debat atau diskusi gagasan yang diselanggarakan oleh para tokoh intelek Muhammadiyah. Selanjutnya yang teranyar adalah bagaimana KPU mengubah aturan secara mendadak bahwa tidak lagi diperlukan adanya debat cawapres. Netizen mengira perubahan mendadak ini adalah pesanan ‘pusat’ agar tidak menjadi ajang mempertontonkan plongoitas (daya plonga-plongo) sosok Gibran Rakabuming Raka.

Figur selanjutnya tentu adalah capres nomor urut 3 yaitu Ganjar Pranowo alias Mas Ganjar. Catatan buruk paling menohok yang diberikan oleh lawan politik Ganjar adalah soal kondisi kemiskinan yang sangat dijiwai oleh masyarakat di setiap sudut Jateng. Secara khusus kasus konflik Wadas yang diselesaikan dengan cara represif juga menjadi catatan negatif Ganjar. Gorengan demi gorengan terkait masalah Wadas ini tak pernah berhenti dilontarkan untuk menyiksa elektabilitas Ganjar Pranowo.

Di samping itu, secara personal Ganjar juga diganjar predikat oleh sebagian netizen sebagai sosok yang ‘porno’ karena pernyataan kontroversinya tentang kebiasaannya menonton bokep alias video porno. Terlepas benar atau tidak, tentu hal ini menjadi catatan negatif tersendiri bagi Ganjar Pranowo di kalangan pemilih milenial.

Last one adalah cawapres nomor urut 3 yaitu Muhammad Mahfudz alias Mahfudz MD yang kebetulan saat ini juga menduduki posisi strategis yaitu Menkopolhukam. Cawapres yang diusung PDIP dan partai koleganya untuk menemani Ganjar Pranowo ini agak sulit dicari rekam jejak negatifnya. Di berbagai literasi internat tidak banyak yang menyajikan data terkait celah negatif sosok Mahfudz MD selain soal ketegasannya membekukan organisasi frontal semacam FPI.

Satu sisi bagi lawan politik Ganjar yang berorientasi pada politik identitas tentu rekam jejak Mahfudz MD yang dengan tegas membubarkan ormas FPI ini akan menjadi bahan gorengan yang renyah. Tapi penulis pikir dampaknya tidak cukup kuat untuk membalikkan fakta bahwa sejauh ini Mahfudz MD adalah figur paling minim cacat di antara capres cawapres lainnya hari ini. Meskipun begitu, bukan berarti Ganjar menjadi aman saat bersanding dengan Mahfuds MD yang mendapatkan tempat di hati banyak netizen ini.

Demikian uraian catatan sisi negatif para capres cawapres hasil literasi penulis di dunia maya. Penulis menyajikan ini bukan dalam rangka membunuh karakter figur-figur yang telah disebutkan, apalagi black campaign. Karena faktanya penulis bukan kader dari partai atau simpatisan capres cawapres mana pun. Penulis hanya ingin menyajikan tambahan wawasan bagi voters khususnya millenial voters agar menjadi semakin tertarik untuk berpartisipasi minimal pasif dalam politik yaitu tidak menjadi golput. Syukur-syukur secara aktif berani menyampaikan opininya.

Salam waras.

Robi Cahyadi
Malang, 2 Desember 2023
Ditemani secangkir kopi di tengah rintik hujan